Guyuran hujan mendorong permukaan air sungai yang membelah Taman Langsat, Jakarta Selatan, menjadi naik dan menyembulkan bau got. Sore itu, Sabtu, 12 Maret 2022, seekor kucing terjebak di gorong-gorong setinggi 4 meter. Dia berada di atas batu tepian sungai, sendirian. Suaranya terdengar seperti meminta pertolongan, "Ngeong... ngeong...."
Tingginya gorong-gorong membuat tak ada seorang pun bisa menolong kucing itu, tanpa bantuan peralatan. Tim detikX kemudian mencari petugas taman dan melaporkan kondisi tersebut. Empat petugas yang sedang beristirahat dan berteduh menunggu hujan reda enggan memberikan bantuan kepada kucing malang itu.
Tingginya gorong-gorong membuat tak ada seorang pun bisa menolong kucing itu, tanpa bantuan peralatan. Tim detikX kemudian mencari petugas taman dan melaporkan kondisi tersebut. Empat petugas yang sedang beristirahat dan berteduh menunggu hujan reda enggan memberikan bantuan kepada kucing malang itu.
"Jam kerja kami sampai sekitar jam 15.00 WIB," kata salah satu dari mereka. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 15.20. Taman Langsat terletak persis di belakang Pasar Hewan Barito. Pasar legendaris ini menjual berbagai hewan, salah satunya kucing dengan berbagai ras.
Kucing yang terjebak di gorong-gorong itu diduga berasal dari pasar tersebut. Para pedagang kucing di pasar itu kerap membuang kucing-kucing sakit ataupun mati ke taman. Empat petugas taman yang kami temui membenarkan hal itu.
" Dulu, sih, ada teman yang jual kucing kayak gitu. Kalau sakit, males ngobatin, dilepas ke belakang (Taman Langsat)." "Kalau tidak dikubur, kan itu mengganggu pengunjung taman yang biasa joging di sini," kata salah satu dari empat petugas taman yang nggak berkenan disebutkan namanya.
Menurut mereka, hampir semua pekerja di sana pernah menguburkan bangkai kucing. Bangkai-bangkai tersebut dikubur di pojok area taman, dekat pohon bambu. Syamsuri, penghuni rumah satu-satunya di Taman Langsat, juga membenarkan keterangan para petugas taman tersebut.
Dia pernah merawat beberapa kucing sakit yang dibuang dari pasar ke area taman. Namun ada yang akhirnya mati atau hilang. Bertahun-tahun tinggal di sana, Syamsuri mengaku muak terhadap kelakuan para pedagang Pasar Hewan Barito.
Dia menceritakan, selain bangkai dan kucing-kucing sakit, para pedagang juga kerap membuang limbah, seperti sisa makanan dan kotoran hewan, ke area Taman Langsat. "Saya dari dulu, tuh, sebenarnya sudah kesal saja. Dari dulu, ada saja limbah yang dibuang ke sini," kata dia.
Dua pedagang Pasar Hewan Barito mengakui memang ada pedagang-pedagang yang kerap membuang bangkai dan kucing-kucing sakit ke area Taman Langsat. Salah satu pedagang bernama Gepeng—bukan nama sebenarnya—mengaku salah satu temannya yang juga pedagang pernah membuang kucing ke Taman Langsat.
"Dulu, sih, ada teman yang jual kucing kayak gitu. Kalau sakit, males ngobatin, dilepas ke belakang (Taman Langsat)," kata Gepeng. "Nanti kalau ada orang yang kasihan, kucing itu diambil." Pedagang lainnya, Karyo—bukan nama sebenarnya—mengatakan kucing-kucing yang dibuang itu adalah kucing kiriman dari luar kota. Kucing-kucing itu sakit dan tidak laku dijual.
Menurut Karyo, hampir semua yang dikirim dari luar kota itu adalah anak kucing. Mereka belum divaksin. Karena perbedaan cuaca di tempat asal dan di Jakarta, mereka rentan terjangkit penyakit. "Kalau sudah pada sakit, dibuang saja. Dilepas, begitu," kata dia.
Karyo pun mengatakan banyak pembeli komplain karena kucing yang dibeli kemudian mati dalam hitungan hari. Para pembeli itu marah-marah ke para pedagang yang mendapatkan kucing dari luar kota.
Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan, yang bertanggung jawab terhadap kesehatan hewan, tidak mengetahui informasi-informasi itu. Namun Pelaksana Tugas Kepala Seksi Peternakan dan Kesehatan Hewan Fitri Desfandiari mengatakan penelantaran kucing-kucing sakit tidak dapat dibenarkan.
Fitri mengatakan akan mendalami lebihlanjut informasi tersebut. "Saya baru diangkat jadi Plt. Kalau informasi itu benar, nanti pasti akan kita selidiki," katanya kepada reporter detikX pekan lalu.
Kucing yang terjebak di gorong-gorong itu diduga berasal dari pasar tersebut. Para pedagang kucing di pasar itu kerap membuang kucing-kucing sakit ataupun mati ke taman. Empat petugas taman yang kami temui membenarkan hal itu.
" Dulu, sih, ada teman yang jual kucing kayak gitu. Kalau sakit, males ngobatin, dilepas ke belakang (Taman Langsat)." "Kalau tidak dikubur, kan itu mengganggu pengunjung taman yang biasa joging di sini," kata salah satu dari empat petugas taman yang nggak berkenan disebutkan namanya.
Menurut mereka, hampir semua pekerja di sana pernah menguburkan bangkai kucing. Bangkai-bangkai tersebut dikubur di pojok area taman, dekat pohon bambu. Syamsuri, penghuni rumah satu-satunya di Taman Langsat, juga membenarkan keterangan para petugas taman tersebut.
Dia pernah merawat beberapa kucing sakit yang dibuang dari pasar ke area taman. Namun ada yang akhirnya mati atau hilang. Bertahun-tahun tinggal di sana, Syamsuri mengaku muak terhadap kelakuan para pedagang Pasar Hewan Barito.
Dia menceritakan, selain bangkai dan kucing-kucing sakit, para pedagang juga kerap membuang limbah, seperti sisa makanan dan kotoran hewan, ke area Taman Langsat. "Saya dari dulu, tuh, sebenarnya sudah kesal saja. Dari dulu, ada saja limbah yang dibuang ke sini," kata dia.
Dua pedagang Pasar Hewan Barito mengakui memang ada pedagang-pedagang yang kerap membuang bangkai dan kucing-kucing sakit ke area Taman Langsat. Salah satu pedagang bernama Gepeng—bukan nama sebenarnya—mengaku salah satu temannya yang juga pedagang pernah membuang kucing ke Taman Langsat.
"Dulu, sih, ada teman yang jual kucing kayak gitu. Kalau sakit, males ngobatin, dilepas ke belakang (Taman Langsat)," kata Gepeng. "Nanti kalau ada orang yang kasihan, kucing itu diambil." Pedagang lainnya, Karyo—bukan nama sebenarnya—mengatakan kucing-kucing yang dibuang itu adalah kucing kiriman dari luar kota. Kucing-kucing itu sakit dan tidak laku dijual.
Menurut Karyo, hampir semua yang dikirim dari luar kota itu adalah anak kucing. Mereka belum divaksin. Karena perbedaan cuaca di tempat asal dan di Jakarta, mereka rentan terjangkit penyakit. "Kalau sudah pada sakit, dibuang saja. Dilepas, begitu," kata dia.
Karyo pun mengatakan banyak pembeli komplain karena kucing yang dibeli kemudian mati dalam hitungan hari. Para pembeli itu marah-marah ke para pedagang yang mendapatkan kucing dari luar kota.
Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Selatan, yang bertanggung jawab terhadap kesehatan hewan, tidak mengetahui informasi-informasi itu. Namun Pelaksana Tugas Kepala Seksi Peternakan dan Kesehatan Hewan Fitri Desfandiari mengatakan penelantaran kucing-kucing sakit tidak dapat dibenarkan.
Fitri mengatakan akan mendalami lebihlanjut informasi tersebut. "Saya baru diangkat jadi Plt. Kalau informasi itu benar, nanti pasti akan kita selidiki," katanya kepada reporter detikX pekan lalu.
Pemasok Kucing ke Pasar Barito
Berdasarkan penelusuran tim detikX, kucing-kucing di Pasar Barito berasal dari tiga sumber: peternak dengan tujuan komersial, penghobi yang sudah tidak bisa merawat kucing, dan dari pencuri kucing.
Biasanya para pedagang mendapat suplai dari peternak kucing di beberapa kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebagian banyak kucing dari luar kota itu masih berusia anak, tanpa sertifikat pedigree—yang menjelaskan silsilahnya—dan tidak memiliki dokumen kesehatan, seperti bukti vaksinasi.
Noni, seorang peternak kucing Persia dari Blitar, mengaku sudah sering mengirim anak-anak kucing di bawah 3 bulan ke Jakarta. Dia memasok para pedagang Pasar Hewan Barito. "Biasanya mengirim kitten (anak kucing) usia 2 bulan yang badannya sudah besar," kata Noni. "Kalau badannya belum besar, kami nggak berani kirim."
Noni mengklaim kucing-kucing yang dikirimnya sudah dipastikan sehat meski belum divaksinasi. Untuk lebih menjamin kesehatannya, kucing-kucing tersebut diberi vitamin sebelum dikirim.
Heri, peternak kucing asal Malang yang juga mengirimkan kucing ke para pedagang di Pasar Hewan Barito, menerapkan prosedur yang sama seperti Noni. Namun, bedanya, ia tak akan mengirim anak kucing yang masih menyusui.
"Kami nggak berani. Nanti nama kami yang jelek," kata Heri. Noni dan Heri mengelola peternakan kucing di rumah. Keduanya mengaku tidak ada izin khusus untuk berbisnis kucing. Bertahun-tahun mereka telah mengirim kucing ke berbagai kota dengan penghasilan per bulan di kisaran Rp 5-10 juta. Pengiriman dilakukan dengan memanfaatkan jasa kereta api logistik tanpa izin khusus.
Para pedagang Pasar Barito mengambil kucing-kucing kiriman itu di Stasiun Pasar Senen. Biasanya mereka memanfaatkan jasa ojek online untuk mengambilnya. Seorang pengendara ojek daring yang biasa menunggu pelanggan di depan Pasar Barito.
Gafur—bukan nama sebenarnya—mengatakan beberapa kali mengambil kucing dari Stasiun Pasar Senen atas permintaan para pedagang Pasar Hewan Barito. Menurutnya, sebenarnya, perusahaan ojek daringnya tidak mengizinkan membawa hewan.
"Kan, sebenarnya sudah ada cara pengirimannya sendiri untuk hewan," kata Gafur. "Karena itu, kami minta kebijaksanaan dari para pedagang saja. Kami minta (ongkosnya) ditambah." Gafur pernah sekali mengambil kucing-kucing dari Stasiun Pasar Senen dengan jumlah belasan. Kucing-kucing tersebut ditempatkan dalam keranjang buah.
"Biasanya ada tiga keranjang. Satu keranjang itu isinya tiga sampai lima anak kucing," tuturnya. Ketua Indonesian Cat Association Jakarta Natalia Christanto menjelaskan kucing tidak bisa dipaksa berpindah tempat secara sembarangan. Ini akan membuat kucing stres.
“Sifat kucing itu tidak seperti anjing,” kata Natalia. “Kalau anjing bersifat melekat kepada orang atau majikannya, kucing bersifat melekat pada tempat. Jadi dia akan stres setiap berpindah tempat dan, kalau stres, imun tubuhnya akan menurun.”
Menurut Ayu Setiawati, seorang dokter hewan, anak-anak kucing yang belum divaksin itu memang sangat rentan stres. Efek berantainya setelah itu, mereka akan mudah terserang penyakit. Karena itu, kitten mudah sekali terkena virus, baik dalam perjalanan, saat pengiriman, maupun ketika di pasar hewan.
Ayu menjelaskan kitten itu pada dasarnya memang perilakunya aktif. Itu sebabnya banyak pembeli yang merasa tertipu. "Karena masa inkubasi virus, kan, tiga hari," kata dia. "Jadi yang masih aktif ini sedang dalam masa inkubasi penyakit."
Dokter Ayu juga menaruh curiga kepada para peternak kucing. Dia mengatakan, bisa jadi, anak-anak kucing itu sudah dilepas dari induk sebelum waktunya. Hal ini jelas salah karena kitten membutuhkan imun tubuh maternal yang cukup untuk bisa hidup melalui susu induknya.
Kucing Bukan Barang Dagangan
Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan memang tidak ada aturan khusus yang mengatur perdagangan kucing di Jakarta. Namun, dia meyakini, para pedagang tahu yang terbaik untuk kebaikan kucing-kucing yang mereka jual.
“Pasti kawan-kawan pedagang tahu, kalau terjadi kematian tinggi, itu merugikan mereka juga. Kami belum mengatur sampai di situ. Itu, kan, perdagangan, ya,” kata Suharini kepada reporter detikX pekan lalu.
Meski begitu, Suharini menuturkan, kucing seharusnya diadopsi, bukan dibeli. Sebab, adopsi berorientasi pada kasih sayang, sedangkan jual-beli berorientasi pada keuntungan.
Di sisi lain, Suharini tidak bisa memastikan mengenai kemungkinan pelarangan jual-beli kucing. Menurutnya, hal tersebut butuh kajian terlebih dahulu. Kendati begitu, dia meyakini, pada waktunya, nanti pola orang-orang mendapatkan kucing akan berubah dengan sendirinya.
“Sekarang ini komunitas penyayang hewan terus bertambah banyak,” lanjut Suharini. “Kalau semakin banyak masyarakat menyayangi, pasti lama-lama akan terjadi perubahan sendiri.”
Sedangkan Natalia Christanto memandang, kucing bukanlah komoditas. Menurutnya, tujuan beternak kucing itu seharusnya untuk menghasilkan kualitas kucing terbaik dan menjaga kemurnian ras, bukan untuk mencari keuntungan. Itu sebabnya, perlu ada aturan yang lebih serius mengenai hal jual-beli dan peternakan kucing.
“Kami sangat mendukung pelarangan jual-beli kucing. Ini kan masalah kesejahteraan kucing. Kalau dijual bebas, kesehatannya tidak bisa dipertanggungjawabkan,” kata Natalia.
Kucing, tegas Natalia, seharusnya bukan diperjualbelikan, tetapi diadopsi. Bila tidak tahu tempat adopsi tapi ingin memelihara kucing, sebaiknya tidak membeli kucing di pasar hewan. “Lebih baik memelihara kucing liar di jalan yang tidak diurus,” tegasnya.
Sumber
Related Post