Kucing berbulu lebat warna cokelat meringkuk lemas di dalam kandang sempit berbau pesing di salah satu kios di Pasar Hewan Barito, Jakarta Selatan, Rabu, 16 Maret 2022. Matanya berair dan hidungnya mengeluarkan lendir kental. Pemilik kios, Gepeng—bukan nama sebenarnya—mengatakan kucing tersebut berumur 1 tahun dan sejak kecil sudah berada di sana, menunggu pembeli.
"Dia paling lama di sini," kata Gepeng. "Ini asli Himalaya." Dari kondisi fisiknya, kucing itu terlihat sakit. Namun Gepeng mengklaim kucing Himalaya berusia 1 tahun itu sehat. “Bukan flu ini, besok juga sudah sembuh,” katanya.
"Dia paling lama di sini," kata Gepeng. "Ini asli Himalaya." Dari kondisi fisiknya, kucing itu terlihat sakit. Namun Gepeng mengklaim kucing Himalaya berusia 1 tahun itu sehat. “Bukan flu ini, besok juga sudah sembuh,” katanya.
Gepeng menjual kucing itu dengan harga Rp 1,3 juta. Dia mengklaim mendapatkan kucing tersebut dari seorang penghobi di Jakarta. Penghobi itu menjual kucing kepadanya karena merasa sudah banyak memelihara kucing dan tidak bisa lagi merawatnya.
Tim detikX memutuskan membeli kucing itu untuk memeriksakan kesehatan dan merawatnya. Gepeng sepakat menjualnya dengan harga Rp 850 ribu beserta keranjang untuk membawanya. Kucing itu lantas kami beri nama Kirun.
Kami membawa Kirun ke Rumah Sakit Hewan Jakarta (RSHJ) di bilangan Ragunan, Jakarta Selatan. Sepanjang perjalanan, Kirun seolah mengeluarkan suara menangis sambil terus bersin-bersin.
Jelas (Kirun) bukan pure breed. Itu adalah (kucing) mix breed antara kucing domestik berbulu panjang dan kucing pola warna brown colorpoint. Itu sudah berkali-berkali mix breed sehingga menghasilkan pola warna dan panjang bulu seperti itu. Minimal (Kirun) hasil dari tiga generasi.”
---------
Di RSHJ, Dian Martin, seorang dokter hewan, melakukan pemeriksaan awal kondisi fisik dengan melihat dan meraba seluruh tubuh Kirun. Menurutnya, secara umum, kondisi Kirun cukup buruk. Bobot badannya hanya 3,4 kilogram, sedangkan kucing berusia satu setengah tahun normalnya memiliki berat 4-5 kilogram.
Menurut Dokter Martin, Kirun mengalami infeksi saluran pernapasan dan diduga terjangkit feline infectious peritonitis (FIP). Sebab, ada gelembung air seperti balon pada bagian perutnya. “Kondisi Kirun jelek. Saya curiga dia terkena FIP. Penyebabnya virus Corona kucing. Ini harus segera dites,” kata Dokter Martin.
RSHJ tidak memiliki alat untuk memastikan dugaan Dokter Martin. Karena itu, Kirun hanya menjalani tes darah di sana. Berdasarkan tes tersebut, Kirun terindikasi mengalami infeksi pada sel darah putih.
Dokter Martin merekomendasikan agar Kirun menjalani rawat inap selama lima hari. Namun, karena tidak lengkapnya alat di RSHJ dan ingin mendengar pendapat dokter lain, kami memindahkan Kirun ke Amore Animal Clinic di Pejaten, Jakarta Selatan.
Lala, dokter hewan yang memeriksa Kirun di Amore Animal Clinic, mengatakan memang kondisi Kirun buruk secara fisik dan berdasarkan hasil tes darah dari RSHJ. Menurutnya, Kirun sangat kurus. Tulang rusuknya bisa langsung teraba.
Dokter Lala kemudian memberikan makanan pada Kirun, tetapi Kirun enggan memakannya. "Kirun ini mengalami malnutrisi dan dehidrasi," kata Dokter Lala. Berbeda dengan Dokter Martin, Dokter Lala tidak melihat indikasi Kirun terkena FIP.
Memang perutnya agak besar, tapi menurutnya itu belum mengkhawatirkan. Untuk pertolongan pertama, Kirun diberi asupan cairan infus guna memulihkan stamina. Dokter Lala kemudian menyarankan agar Kirun menjalani rawat inap dalam waktu yang tidak bisa diprediksi. Dia akan melihat kondisi Kirun pada tiga hari pertama untuk menentukan perawatan lanjutannya.
Kami menguji klaim dari Gepeng yang ternyata keliru. Menurut pemilik Manggala Cattery, Andre Kriesniawan, Kirun bukanlah ras murni Himalaya. Kucing Himalaya adalah hasil kawin silang antara kucing Persia dan Siam. Kucing Himalaya memiliki beberapa ciri, di antaranya berkaki pendek, berbadan gempal, dan bermata biru. Namun kucing paling tua di kios Gepeng itu tak bermata biru.
“Jelas (Kirun) bukan pure breed. Itu adalah (kucing) mix breed antara kucing domestik berbulu panjang dan kucing pola warna brown colorpoint. Itu sudah berkali-berkali mix breed sehingga menghasilkan pola warna dan panjang bulu seperti itu. Minimal (Kirun) hasil dari tiga generasi,” jelas Andre kepada reporter detikX pekan lalu.
Memang, di kalangan pencinta kucing, Pasar Hewan Barito dikenal bermasalah. Banyak yang meyakini semua kucing di pasar ini terjangkit penyakit. Dari penyakit kulit biasa, seperti jamur, sampai penyakit mematikan yang disebabkan virus berbahaya. Bahkan klaim ras kucing dari pedagang pun perlu diragukan.
Tim detikX memutuskan membeli kucing itu untuk memeriksakan kesehatan dan merawatnya. Gepeng sepakat menjualnya dengan harga Rp 850 ribu beserta keranjang untuk membawanya. Kucing itu lantas kami beri nama Kirun.
Kami membawa Kirun ke Rumah Sakit Hewan Jakarta (RSHJ) di bilangan Ragunan, Jakarta Selatan. Sepanjang perjalanan, Kirun seolah mengeluarkan suara menangis sambil terus bersin-bersin.
Jelas (Kirun) bukan pure breed. Itu adalah (kucing) mix breed antara kucing domestik berbulu panjang dan kucing pola warna brown colorpoint. Itu sudah berkali-berkali mix breed sehingga menghasilkan pola warna dan panjang bulu seperti itu. Minimal (Kirun) hasil dari tiga generasi.”
---------
Di RSHJ, Dian Martin, seorang dokter hewan, melakukan pemeriksaan awal kondisi fisik dengan melihat dan meraba seluruh tubuh Kirun. Menurutnya, secara umum, kondisi Kirun cukup buruk. Bobot badannya hanya 3,4 kilogram, sedangkan kucing berusia satu setengah tahun normalnya memiliki berat 4-5 kilogram.
Menurut Dokter Martin, Kirun mengalami infeksi saluran pernapasan dan diduga terjangkit feline infectious peritonitis (FIP). Sebab, ada gelembung air seperti balon pada bagian perutnya. “Kondisi Kirun jelek. Saya curiga dia terkena FIP. Penyebabnya virus Corona kucing. Ini harus segera dites,” kata Dokter Martin.
RSHJ tidak memiliki alat untuk memastikan dugaan Dokter Martin. Karena itu, Kirun hanya menjalani tes darah di sana. Berdasarkan tes tersebut, Kirun terindikasi mengalami infeksi pada sel darah putih.
Dokter Martin merekomendasikan agar Kirun menjalani rawat inap selama lima hari. Namun, karena tidak lengkapnya alat di RSHJ dan ingin mendengar pendapat dokter lain, kami memindahkan Kirun ke Amore Animal Clinic di Pejaten, Jakarta Selatan.
Lala, dokter hewan yang memeriksa Kirun di Amore Animal Clinic, mengatakan memang kondisi Kirun buruk secara fisik dan berdasarkan hasil tes darah dari RSHJ. Menurutnya, Kirun sangat kurus. Tulang rusuknya bisa langsung teraba.
Dokter Lala kemudian memberikan makanan pada Kirun, tetapi Kirun enggan memakannya. "Kirun ini mengalami malnutrisi dan dehidrasi," kata Dokter Lala. Berbeda dengan Dokter Martin, Dokter Lala tidak melihat indikasi Kirun terkena FIP.
Memang perutnya agak besar, tapi menurutnya itu belum mengkhawatirkan. Untuk pertolongan pertama, Kirun diberi asupan cairan infus guna memulihkan stamina. Dokter Lala kemudian menyarankan agar Kirun menjalani rawat inap dalam waktu yang tidak bisa diprediksi. Dia akan melihat kondisi Kirun pada tiga hari pertama untuk menentukan perawatan lanjutannya.
Kami menguji klaim dari Gepeng yang ternyata keliru. Menurut pemilik Manggala Cattery, Andre Kriesniawan, Kirun bukanlah ras murni Himalaya. Kucing Himalaya adalah hasil kawin silang antara kucing Persia dan Siam. Kucing Himalaya memiliki beberapa ciri, di antaranya berkaki pendek, berbadan gempal, dan bermata biru. Namun kucing paling tua di kios Gepeng itu tak bermata biru.
“Jelas (Kirun) bukan pure breed. Itu adalah (kucing) mix breed antara kucing domestik berbulu panjang dan kucing pola warna brown colorpoint. Itu sudah berkali-berkali mix breed sehingga menghasilkan pola warna dan panjang bulu seperti itu. Minimal (Kirun) hasil dari tiga generasi,” jelas Andre kepada reporter detikX pekan lalu.
Memang, di kalangan pencinta kucing, Pasar Hewan Barito dikenal bermasalah. Banyak yang meyakini semua kucing di pasar ini terjangkit penyakit. Dari penyakit kulit biasa, seperti jamur, sampai penyakit mematikan yang disebabkan virus berbahaya. Bahkan klaim ras kucing dari pedagang pun perlu diragukan.
Kapok Beli Kucing
Bau pesing menyengat senantiasa menyambut kedatangan kami setiap memasuki kios Pasar Barito yang menjual kucing. Bau tak sedap ini berasal dari kandang kucing yang tidak dilengkapi pasir atau perlak. Itu sebabnya, kencing dan feses mereka dibiarkan sembarangan.
Tempat makanan dan minuman kucing bahkan terlihat kotor dan tidak segar. Beberapa kucing pun terlihat pincang, karena permukaan kandang besi yang berjarak atau tidak rata menyulitkan kucing ketika ia berdiri.
Ketika malam datang dan pedagang harus pulang ke rumah, kucing-kucing ini mereka tinggalkan di dalam kios yang terkunci dan mesti berdesak-desakan di ruangan 2x2 meter.
Saat hewan-hewan itu basah terkena hujan atau pedagang sudah tidak tahan dengan baunya, mereka akan memandikan kucing-kucing itu secara serampangan. Mereka membasahi dan menggosok tubuh kucing dengan sampo yang tidak jelas mereknya hingga bagian kepala. Dari pemantauan tim detikX, ada anak kucing yang matanya sampai kemerahan dan berair karena terkena sampo.
Di Pasar Barito, kucing-kucing diperjualbelikan tanpa aturan yang jelas. Tidak ada standar kebersihan kandang, tidak ada pula standar kesehatan hewan. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (DKPKP) DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan timnya tidak bisa mengatur hal tersebut. Dia hanya berkeyakinan para pedagang akan merawat hewan-hewannya dengan baik.
“Pasti kawan-kawan pedagang tahu kalau menjadi kematian tinggi itu merugikan mereka juga,” kata Suharini kepada reporter detikX pekan lalu.
Berbagai jenis kucing ada di pasar itu, meskipun hanya berupa klaim dari penjualnya. Dari British Shorthair, Sphinx, Rag Doll, Maine Coon, Turkish Angora, Persia, Himalaya, hingga Bengal. Kucing-kucing itu tidak punya riwayat kesehatan yang jelas. Kebanyakan kucing di sana bahkan tidak memiliki dokumen vaksin.
Kendati begitu, harga kucing-kucing tersebut terbilang mahal. Banderol awalnya seharga Rp 600 ribu dan yang paling mahal dipatok harga Rp 20 juta.
Memang, secara sekilas, kondisi mereka tampak sehat. Namun, jika diperhatikan secara detail, banyak kucing di sana yang memiliki masalah kesehatan, dari masalah jamur, luka, kejang-kejang, hingga penuh kutil di sekitar mata.
Pemilik Manggala Cattery Andrie Kriesnawan menceritakan pengalamannya membeli kucing di sana yang membuatnya kapok. Pada 2010, ia membeli dua kucing jenis Himalaya. Dia tertarik karena pedagang menunjukkan surat vaksin dua kucing tersebut. Andrie juga menanyakan silsilahnya, tetapi pedagang tidak bisa menunjukkan sertifikat pedigree-nya, sebuah lembaran yang menjelaskan silsilah dan asal-usul kucing.
Si pedagang berdalih lupa menaruh suratnya dan berjanji akan memberikannya jika sudah ketemu. Andrie percaya saja dan langsung membawa dua kucing itu untuk diperiksakan ke klinik. Sesampainya di klinik, ternyata surat vaksin yang Andrie bawa bukanlah surat dua kucing yang dibelinya. Dia baru menyadari identitas yang tertulis di buku vaksin berbeda dengan kondisi dan karakteristik si kucing.
Beberapa bulan kemudian, salah satu kucing yang Andrie beli mati. Kucing tersebut dinyatakan mengalami gagal ginjal akibat kondisi genetik. “Saya tidak dikasih tahu riwayat kesehatan si kucing, makanya saya nggak bisa melakukan tindakan preventif," kata Andrie. "Boro-boro riwayat kesehatan, divaksin saja tidak."
Di media sosial, banyak yang mengungkapkan penyesalan setelah membeli kucing di Pasar Barito. Sebagian penyesalan itu karena kucing yang dibeli mati dalam hitungan hari. Di Google Review, ulasan para pembeli kucing di Barito juga mengungkapkan permasalahan serupa.
Dua pedagang di sana, Gepeng dan Karyo, bukan nama sebenarnya, membenarkan berbagai pendapat konsumen tersebut. Karyo bahkan mengatakan tak sedikit pembeli yang datang kembali ke Pasar Barito sambil marah-marah karena kucing yang dibelinya mati beberapa hari setelah dibeli dari sana.
"Ada yang marah-marah nggak terima," kata Karyo. "Kalau kami sih tahu, kucing-kucing di sini kebanyakan dikirim dari luar kota. Jadi kondisinya, ya, begitu."
Sudah Menjadi Rahasia Umum
Kucing-kucing sakit yang dijual di Pasar Barito sudah jadi seperti rahasia umum. Dokter hewan di Jakarta, Ayu Setiawati, mengatakan banyak kliennya yang tidak terima kenyataan setelah membeli kucing dari sana. Bahkan, menurut Ayu, semua dokter hewan di Jakarta sudah hafal kalau kucing dari sana kondisinya pasti sakit.
“Nggak worth it dengan harga yang mereka bayar," kata Dokter Ayu. "Klien aku banyak yang marah-marah karena mereka sudah beli dengan harga mahal, tapi ternyata penyakitan. Jadi memang sering kejadian.”
Dokter Ayu menjelaskan pasien-pasien dari Pasar Barito sering kali mengidap virus panleukopenia. Virus itu menginfeksi kucing dengan cara membunuh sel-sel yang aktif membelah di sumsum tulang, usus, dan janin yang sedang berkembang. Penularannya melalui cairan tubuh, seperti urine, feses, dan cairan hidung.
“Hampir semua pasien saya dari Barito terkena virus panleukopenia," katanya. "Virus panleukopenia itu tahan banget di lingkungan kalau tidak didisinfeksi dengan baik."
Karena sifat panleukopenia yang mampu bertahan di lingkungan, Dokter Ayu menduga penularan virus ini di Pasar Barito terjadi karena para pedagang tidak memahami pentingnya disinfektan untuk membersihkan kandang dari virus bekas kucing yang terpapar. Mungkin saja, kata dia, kandang-kandang bekas kucing yang terkena panleukopenia digunakan untuk kucing-kucing lain.
Kendati demikian, banyak yang belum tahu masalah penjualan kucing di Pasar Barito. Itu sebabnya, pasar itu tetap memiliki pelanggan hingga hari ini. Salah satu konsumen, Billy, dari Ciledug, Tangerang, mengatakan tertarik membeli kucing di Pasar Barito karena rekomendasi dari teman. Selain itu, dia memang sudah lama tahu mengenai Pasar Barito sebagai tempat jual-beli hewan.
"Kebetulan tadi lagi ada perlu di dekat sini. Jadi saya beli untuk anak saya yang memang sudah lama ingin memelihara kucing," katanya kepada reporter detikX pekan lalu. Billy membeli kucing jenis Maine Coon berusia 3 bulan dengan harga Rp 2,3 juta, dari harga awal Rp 2,7 juta. Kucing tersebut belum divaksin, tidak memiliki dokumen kesehatan, dan tidak memiliki sertifikat pedigree.
Kepala Dinas DKPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati menyadari betapa minimnya edukasi tentang hewan, bukan hanya untuk para pedagang, tetapi juga para pembeli. Menurutnya, memang itu adalah tantangan bagi timnya.
“Ini yang juga menjadi tantangan saya untuk memberi tahu mereka bahwa mereka berhak menanyakan surat-surat kesehatannya, termasuk juga vaksinnya,” kata dia.
Di Pasar Barito, sebagian pedagang juga menerima jasa grooming, penitipan, hingga jasa kawin kucing. Untuk macak kucing ini, mereka menawarkan mulai harga Rp 700 ribu, tergantung si kucing ingin dikawinkan dengan pejantan ras apa.
Pedagang menjamin selama dua minggu kucing akan pulang dengan kondisi hamil. Status anakan yang berada di dalam kandungan adalah hak pemilik kucing.Padahal, menurut organisasi kucing internasional, seperti Cat Fancier Association (CFA) serta The International Cat Association (TICA), dalam kode etiknya, jasa perkawinan kucing dikecam keras.
Pemilik Manggala Cattery Andrie Kriesnawan menilai tindakan itu memang tak etis. Terlebih, ada potensi penularan penyakit yang tinggi, lantaran asal-usul kucing jantan di Pasar Barito tidak jelas. “Gimana sih kucing perasaannya kalau kita lacurkan seperti itu? Nggak etis ya. Itu yang kita hindari. Kucing hanya dijadikan objek pabrikan anakan doang,” kata Andri.
---------
Kabar Kirun: Tak Berak Empat Hari
Setelah mendapatkan infus saat hari pertama rawat inap di Amore Animal Clinic, pada hari kedua kondisi Kirun masih lemas. Dokter rawat inap Dokter Yayas mengabarkan, pada pagi hari, Kirun belum mau makan sendiri. Perawat harus membantunya makan. Namun, pada siang hari, Kirun mulai mengendus-endus dan mulai sedikit memakan makanannya. Matanya masih berair dan mengeluarkan kotoran.
Pada hari ketiga, Dokter Sabrina mengabarkan kondisi Kirun sudah lebih baik. Meski tidak banyak mengeong, suhu badannya normal dan nafsu makan Kirun mulai terlihat. Makanannya habis, tetapi dia belum buang air besar.
Kirun masih diinfus. Kondisi matanya juga masih sama, berair dan banyak kotoran. Hidungnya mampet dan mengeluarkan banyak ingus kental. Gusi belakang mulut tampak kemerahan dan telinganya lembap.
Pada hari berikutnya, Kirun belum juga buang air besar, padahal sudah berhari-hari. Ini bukan hal wajar. Dokter Sabrina mengatakan perawat mencoba memancing Kirun dengan kotak pasir. Namun tidak berhasil. Sedangkan secara fisik, kondisinya belum membaik. Dokter bahkan menemukan spot sariawan kecil di lidah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah, Dokter Sabrina menjelaskan, Kirun terindikasi mengalami infeksi pada sel darah putih. Infeksi itu terindikasi disebabkan oleh bakteri. Dokter Sabrina mengatakan ada kemungkinan infeksi tersebut sudah kronis karena kondisi sel darah putihnya tidak ada perubahan sejak dicek di RSHJ tiga hari sebelumnya.
Hingga Minggu, 20 Maret 2022, lima hari setelah kami membeli Kirun, dokter-dokter hewan di Amore Animal Clinic masih harus melakukan perawatan terhadap Kirun. Kami masih terus menunggu kabar baik dari para dokter. Jika nantinya Kirun sudah dinyatakan sembuh, dia akan dirawat oleh salah satu tim detikX yang juga memelihara banyak kucing.
Sumber:
Related Post
otomatis