Kasus viral jagal kucing di Jalan Tangguk Bongkar 7, Kelurahan Tegal Sari Mandala, Kecamatan Medan Denai, menghebohkan warga dan masyarakat luas. Kasus ini terungkap setelah ditemukannya bangkai kepala kucing.
Awalnya, seorang perempuan yang diduga pemilik seekor kucing di Medan kehilangan kucingnya. Bukannya menemukan si pus kesayangan dalam keadaan sehat, dia justru melihat tubuh kucingnya tidak utuh lagi.
Awalnya, seorang perempuan yang diduga pemilik seekor kucing di Medan kehilangan kucingnya. Bukannya menemukan si pus kesayangan dalam keadaan sehat, dia justru melihat tubuh kucingnya tidak utuh lagi.
Pemilik akun @soniarizkikarai menceritakan, kucingnya hilang selama dua hari. Kemudian, dia mendapat informasi bahwa kucingnya dimasukkan karung goni oleh seseorang yang sering mengambil kucing untuk dibunuh lalu dijual dengan harga Rp 70.000 per kilogram.
Pemilik kucing tersebut sudah melaporkan kasusnya ke Polsek Medan Area pada Kamis (28/1/2021). Lantas, kenapa manusia bisa memutuskan untuk menyakiti atau tidak menyakiti seekor hewan?
Menanggapi persoalan ini, psikolog sosial asal Solo, Hening Widyastuti, mengatakan bahwa Tuhan menciptakan kehidupan semesta dengan sebuah harmoni keseimbangan alam antara manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan untuk saling mengasihi, menjaga dan menghargai satu sama lain.
Tindakan dan rasa saling mengasihi, menjaga dan menghargai satu sama lain itu bukan hanya berlaku untuk sesama manusia, tetapi juga dengan makhluk Tuhan lainnya.
Menurut Hening, setiap dari kita memiliki rasa untuk mengasihi hewan seperti ayam, burung, ikan, kucing, anjing, sapi dan lainnya. "Dan ada (hewan) yang biasa untuk dikonsumsi harian atau hanya sekedar hewan peliharaan saja," kata Hening.
Dijelaskan Hening, memiliki hewan peliharaan secara psikologis dapat memberi banyak manfaat termasuk dapat menenteramkan jiwa, menjadi teman dan hiburan tersendiri di kala si pemilik sedang dalam situasi jenuh dan penat.
"Memberi makan, memeriksa kesehatan, melihat mereka (hewan peliharaan) tumbuh dan berkembang dengan sehat, tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi pemiliknya," ujarnya. Terutama untuk kita yang memiliki rutinitas pekerjaan yang membuat kita menjadi jenuh.
Saat kita menyaksikan pola tingkah lucu dari hewan peliharaan, maka semua rasa penat dan jenuh mendadak hilang berganti fresh dan bahagia. Ada rasa kasih dan sayang yang tersampaikan dari pemiliki ke hewan peliharaan dan energi tersebut bisa dirasakan oleh hewan peliharaan mereka.
Nah, bagaimana bila sampai ada manusia yang menyakiti hewan, seperti kucing, anjing, dan lain sebagainya dengan kejam? "Jelas ada yang sakit di dalam diri manusia tersebut. Secara detail bisa dikonsultasikan ke psikolog klinis atau psikiater," jelasnya.
Mungkin, kata Hening, ada rasa dendam kesumat serta sakit hingga rasa kasih sayang di dalam jiwa pelaku itu yang lenyap, dan tinggal yang menguasai dirinya adalah rasa dingin-bengis-kejam untuk menyakiti hewan seperti kucing itu.
"Orang seperti ini tidak memiliki rasa bersalah setelah melakukan kekejaman dan kebengisan terhadap hewan. Sebaliknya rasa puas teramat puas sudah menyekiti mereka," ucap dia. "Solusi orang seperti ini sangat membutuhkan therapy (terapi) dari psikolog klinis atau psikiater," imbuhnya.
Pemilik kucing tersebut sudah melaporkan kasusnya ke Polsek Medan Area pada Kamis (28/1/2021). Lantas, kenapa manusia bisa memutuskan untuk menyakiti atau tidak menyakiti seekor hewan?
Menanggapi persoalan ini, psikolog sosial asal Solo, Hening Widyastuti, mengatakan bahwa Tuhan menciptakan kehidupan semesta dengan sebuah harmoni keseimbangan alam antara manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan untuk saling mengasihi, menjaga dan menghargai satu sama lain.
Tindakan dan rasa saling mengasihi, menjaga dan menghargai satu sama lain itu bukan hanya berlaku untuk sesama manusia, tetapi juga dengan makhluk Tuhan lainnya.
Menurut Hening, setiap dari kita memiliki rasa untuk mengasihi hewan seperti ayam, burung, ikan, kucing, anjing, sapi dan lainnya. "Dan ada (hewan) yang biasa untuk dikonsumsi harian atau hanya sekedar hewan peliharaan saja," kata Hening.
Dijelaskan Hening, memiliki hewan peliharaan secara psikologis dapat memberi banyak manfaat termasuk dapat menenteramkan jiwa, menjadi teman dan hiburan tersendiri di kala si pemilik sedang dalam situasi jenuh dan penat.
"Memberi makan, memeriksa kesehatan, melihat mereka (hewan peliharaan) tumbuh dan berkembang dengan sehat, tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi pemiliknya," ujarnya. Terutama untuk kita yang memiliki rutinitas pekerjaan yang membuat kita menjadi jenuh.
Saat kita menyaksikan pola tingkah lucu dari hewan peliharaan, maka semua rasa penat dan jenuh mendadak hilang berganti fresh dan bahagia. Ada rasa kasih dan sayang yang tersampaikan dari pemiliki ke hewan peliharaan dan energi tersebut bisa dirasakan oleh hewan peliharaan mereka.
Nah, bagaimana bila sampai ada manusia yang menyakiti hewan, seperti kucing, anjing, dan lain sebagainya dengan kejam? "Jelas ada yang sakit di dalam diri manusia tersebut. Secara detail bisa dikonsultasikan ke psikolog klinis atau psikiater," jelasnya.
Mungkin, kata Hening, ada rasa dendam kesumat serta sakit hingga rasa kasih sayang di dalam jiwa pelaku itu yang lenyap, dan tinggal yang menguasai dirinya adalah rasa dingin-bengis-kejam untuk menyakiti hewan seperti kucing itu.
"Orang seperti ini tidak memiliki rasa bersalah setelah melakukan kekejaman dan kebengisan terhadap hewan. Sebaliknya rasa puas teramat puas sudah menyekiti mereka," ucap dia. "Solusi orang seperti ini sangat membutuhkan therapy (terapi) dari psikolog klinis atau psikiater," imbuhnya.
Related Post =