Panggil saja kucing itu dengan nama Empus. Tak ada yang spesial. Sederhana saja, nama itu diberikan Nafi (29), si empunya, sama dengan panggilan-panggilan kucing umumnya.
Tapi, sesungguhnya Empus adalah kucing istimewa. Ia adalah kucing yang tak bisa melihat. Kecelakaan pada 2015 lalu membuat mata Empus terpaksa ditutup. Di sana lah Nafi pertama kali bertemu kucing kesayangannya itu.
Tapi, sesungguhnya Empus adalah kucing istimewa. Ia adalah kucing yang tak bisa melihat. Kecelakaan pada 2015 lalu membuat mata Empus terpaksa ditutup. Di sana lah Nafi pertama kali bertemu kucing kesayangannya itu.
Empus terkapar di tengah jalan dengan bola mata yang hampir keluar. Sebuah mobil enak saja menabraknya tanpa bertanggung jawab. Terenyuh, Nafi yang kala itu menemukannya, lantas membawanya ke klinik hewan. Hasilnya, dokter harus menutup mata Empus. Duit ratusan ribu keluar dari kocek Nafi demi menyelamatkan Empus.
"Waktu itu, yang kebayang adalah gimana kalau kucing itu adalah saya yang terkapar di tengah jalan tapi enggak ada yang nolong," ujar Nafi, Kini, Empus tinggal di kediaman Nafi dan keluarganya di Bandung. Empus tumbuh jadi kucing yang cantik dan baik. Karena matanya tak bisa melihat, kemampuan mengendus dan mendengar Empus jadi jauh di atas rata-rata.
Empus bukan satu-satunya kucing jalanan yang ditolong Nafi. Tahun-tahun berikutnya, entah sudah ada berapa kucing jalanan yang ditolongnya. "Enggak tahu kenapa, sering banget nemu kucing-kucing yang sakit gitu, dan selalu enggak tega, pengin nolongin," ujar Nafi.
Kini, beberapa kucing yang ditolongnya itu hidup berdampingan dengan anabul-anabul lain di rumahnya. Sebelumnya, Nafi memang telah memelihara beberapa kucing di rumah.
Sementara beberapa kucing lainnya ada juga yang tak berhasil tertolong meski sudah diupayakan semampunya. Kalau dijumlahkan, total ada 20 kucing yang pernah dirawatnya sejak 2012 lalu. Dari jumlah itu, 11 diantaranya merupakan kucing rescue atau yang ditolong dari jalan. Belum lagi dengan kucing-kucing liar lain yang suka makan di rumahnya.
"Rumah, tuh, kayak tempat penampungan kucing," ucap Nafi berseloroh. Cerita menarik juga muncul dari kucing bernama Meng. Kucing itu juga ditemukan Nafi di jalan dalam kondisi lusuh, ingusan, dan bengek. Nafi membawanya ke rumah.
Untungnya, Nafi punya keluarga yang mendukung keinginannya untuk menolong kucing-kucing di jalan. Ibu dan kakaknya yang ada di rumah juga sama-sama menyayangi kucing.
"Alhamdulillahnya, saya punya keluarga yang ngedukung. Mereka [ibu dan kakak] juga mau direpotkan bantu dikit-dikit ngurusin kucing-kucing yang saya bawa ini," katanya. Termasuk diantaranya mengurus si Meng.
Entah berapa kali kucing itu bolak-balik dibawa ke dokter, yang berbeda-beda pula. Tiga dokter yang didatangi memberikan diagnosis berbeda. Meng sampai harus menjalani pemeriksaan rontgen berkali-kali untuk mengetahui kondisi paru-parunya.
Di dokter yang terakhir, Meng terus menjalani pengobatan. Katanya, organ-organ tubuh Meng sudah banyak yang rusak. Meng rutin dibawa ke dokter seminggu sekali untuk pemeriksaan, meski akhirnya tak bisa jua diselamatkan.
Ada juga kucing--diberi nama Emput--yang sekujur tubuhnya menguning karena infeksi parasit. Nafi dan keluarga membawanya ke dokter.
Hasilnya, Emput harus menjalani tranfusi darah, yang tentu bukan perkara mudah jika dilakukan pada kucing. Duit berjuta-juta dikeluarkan demi menyelamatkan nyawa Emput. Tapi, lagi-lagi, Emput tak berhasil diselamatkan meski telah menjalani proses transfusi.
Belum lagi bayi-bayi kucing yang tiba-tiba saja berkeliaran di sekitar rumah. Kucing yang ditemukan pincang di dekat tempatnya bekerja. Atau, kucing di sekitar rumahnya yang kedapatan sering hamil. Dan kini, Nafi sedang mengurus kucing jalanan di sekitar rumahnya yang mengalami gangguan pada usus. Berkali-kali kucing ini diboyong ke klinik untuk menjalani operasi kecil.
Duit yang dikeluarkan? Jangan ditanya. Nafi cuma tersenyum saat ditanya soal biaya. Nafi berasal dari keluarga biasa yang hidup sederhana. Sehari-hari, ia bekerja sebagai koki di salah satu toko kue Kota Bandung.
"Enggak apa. Ikhlas aja, rezeki nanti mungkin ada lagi kok," ujar Nafi, percaya pada pilihannya untuk terus menolong kucing-kucing yang sakit di jalan. Lagi pula, sang ibu dan kakak juga tidak tinggal diam. Terkadang, mereka ikut membantu Nafi urusan biaya pengobatan kucing.
"Kadang gantian, kadang urunan [iuran]. Ya, bareng-bareng aja. Alhamdulillah itu juga dibantuin," ucap Nafi bersyukur. Bagi Nafi, menyukai dan menyayangi kucing adalah dua hal berbeda. Anda bisa saja menyukai kucing, merasa gemas dan ingin bermain bersamanya. Tapi, belum tentu Anda mau merawatnya dengan betul-betul.
Apa yang dilakukan Nafi adalah bentuk kasih sayangnya pada kucing, yang tak cuma rasa gemas belaka. Ibarat kasih sayang ibu pada anak, Nafi rela melakukan apa pun demi membuat kucing-kucing tak terurus yang ditemuinya di jalan sehat sentosa.
"Suka dan sayang itu beda. Kalau sayang [sama kucing], orang pasti rela ngelakuin apa pun buat kucing-kucing yang disayangnya," ujar Nafi.
Berbuat Semampunya
Nafi tak sendiri. Di luar sana, masih banyak orang lain yang hatinya terenyuh melihat kucing-kucing terlantar di jalanan. Alasannya, kurang lebih sama. "Kalau kucing itu adalah saya, maka saya sangat butuh pertolongan," kata Soca (34).
Namun, berbeda dengan Nafi yang mau melakukan apa pun demi kucing-kucing yang ditemuinya di jalan. Soca merasa cukup membantu semampunya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan street feeding.
Ratusan, bahkan mungkin ribuan, kucing di jalan kelaparan menanti datangnya makanan. Terus mengacak-ngacak tempat sampah dan memakan makanan sisa tentu melelahkan. Belum lagi berbagai bakteri yang ada di tempat sampah.
"Aduh, ngebayanginnya aja kasihan, sedih," kata Soca.
Soca, yang merupakan pegawai di salah satu perusahaan swasta Jakarta, kerap membawa toples kecil berisi dry food. Toples itu selalu ada dalam tasnya. Kebetulan ada beberapa kucing 'langganan' yang ditemuinya di jalur menuju tempat kerja. Termasuk di daerah sekitar Halte Busway Ragunan dan di bawah jembatan penyeberangan Mampang Prapatan.
Soca tahu, apa yang dilakukannya mungkin tak sebesar yang dilakukan orang lain seperti Nafi. Namun, setidaknya Soca hanya berusaha melakukan hal sekecil apa pun untuk kucing-kucing yang dilihatnya. "Saya, sih, percaya, sekecil apa pun yang kita lakukan, pasti berguna, kok," ujarnya.
Serupa tapi tak sama. Sejak akhir 2020 lalu, Fathia kerap menyisihkan uangnya setiap bulan. Uang itu disisihkan khusus untuk membeli dry food sebanyak 5 kilogram dan 10 bungkus kecil wet food. Makanan-makanan itu kemudian ia simpan di dalam tasnya. Dibawa kemanapun ia pergi.
Tempat pertamanya adalah kucing-kucing di sekitar Masjid Salman, Bandung. "Di sana, tuh, banyak banget kucingnya," ujar Fathia. Dia juga kerap memberi makan kucing-kucing di sekitar rumahnya di Bandung.
Biasanya, setiap akhir pekan, ia selalu menyempatkan diri untuk berjalan kaki kemanapun. Waktu itu juga ia gunakan untuk membagi-bagikan makanan untuk kucing-kucing di jalan. Baginya, ada kepuasan tersendiri yang didapat saat memberikan makan untuk kucing-kucing di jalan. "Buat saya, ngeliat mereka [kucing] makan lahap, tuh, rasanya senang banget," katanya.
Tapi, kebiasaan itu berubah saat Fathia pindah bekerja di Jakarta. Takjub, ia melihat selalu ada dry food bertebaran di hampir setiap pengkolan jalan ibu kota. "Di sini, tuh, kayaknya orang-orangnya udah pada punya kesadaran ya. Beda sama di Bandung, yang masih jarang banget," kata Fathia.
Di Jakarta, niat Fathia berubah. Dari yang semula getol membagikan makanan, kini ia lebih punya tujuan untuk mensterilkan kucing.
Ia mengumpulkan uang untuk mensterilkan kucing-kucing yang dilihatnya di jalan. Bukan tanpa alasan, selain untuk menekan populasi kucing yang berlebih di ibu kota, steril juga bikin tubuh kucing jadi lebih sehat.
"Di Jakarta, saya lebih pengin steril kucing, sih. Lagi ngumpulin uang sama nyari-nyari info yang suka steril massal di sini," kata Fathia.
Apa pun itu, yang dilakukan Nafi, Soca, dan Fathia adalah bentuk kepedulian dan kasih sayang mereka pada kucing-kucing yang terlantar, yang bahkan tak meminta untuk dilahirkan. Sekecil apa pun, lakukan saja apa pun yang bisa dilakukan. Daripada diam terkunci dalam rasa iba tanpa melakukan apa-apa.
"Waktu itu, yang kebayang adalah gimana kalau kucing itu adalah saya yang terkapar di tengah jalan tapi enggak ada yang nolong," ujar Nafi, Kini, Empus tinggal di kediaman Nafi dan keluarganya di Bandung. Empus tumbuh jadi kucing yang cantik dan baik. Karena matanya tak bisa melihat, kemampuan mengendus dan mendengar Empus jadi jauh di atas rata-rata.
Empus bukan satu-satunya kucing jalanan yang ditolong Nafi. Tahun-tahun berikutnya, entah sudah ada berapa kucing jalanan yang ditolongnya. "Enggak tahu kenapa, sering banget nemu kucing-kucing yang sakit gitu, dan selalu enggak tega, pengin nolongin," ujar Nafi.
Kini, beberapa kucing yang ditolongnya itu hidup berdampingan dengan anabul-anabul lain di rumahnya. Sebelumnya, Nafi memang telah memelihara beberapa kucing di rumah.
Sementara beberapa kucing lainnya ada juga yang tak berhasil tertolong meski sudah diupayakan semampunya. Kalau dijumlahkan, total ada 20 kucing yang pernah dirawatnya sejak 2012 lalu. Dari jumlah itu, 11 diantaranya merupakan kucing rescue atau yang ditolong dari jalan. Belum lagi dengan kucing-kucing liar lain yang suka makan di rumahnya.
"Rumah, tuh, kayak tempat penampungan kucing," ucap Nafi berseloroh. Cerita menarik juga muncul dari kucing bernama Meng. Kucing itu juga ditemukan Nafi di jalan dalam kondisi lusuh, ingusan, dan bengek. Nafi membawanya ke rumah.
Untungnya, Nafi punya keluarga yang mendukung keinginannya untuk menolong kucing-kucing di jalan. Ibu dan kakaknya yang ada di rumah juga sama-sama menyayangi kucing.
"Alhamdulillahnya, saya punya keluarga yang ngedukung. Mereka [ibu dan kakak] juga mau direpotkan bantu dikit-dikit ngurusin kucing-kucing yang saya bawa ini," katanya. Termasuk diantaranya mengurus si Meng.
Entah berapa kali kucing itu bolak-balik dibawa ke dokter, yang berbeda-beda pula. Tiga dokter yang didatangi memberikan diagnosis berbeda. Meng sampai harus menjalani pemeriksaan rontgen berkali-kali untuk mengetahui kondisi paru-parunya.
Di dokter yang terakhir, Meng terus menjalani pengobatan. Katanya, organ-organ tubuh Meng sudah banyak yang rusak. Meng rutin dibawa ke dokter seminggu sekali untuk pemeriksaan, meski akhirnya tak bisa jua diselamatkan.
Ada juga kucing--diberi nama Emput--yang sekujur tubuhnya menguning karena infeksi parasit. Nafi dan keluarga membawanya ke dokter.
Hasilnya, Emput harus menjalani tranfusi darah, yang tentu bukan perkara mudah jika dilakukan pada kucing. Duit berjuta-juta dikeluarkan demi menyelamatkan nyawa Emput. Tapi, lagi-lagi, Emput tak berhasil diselamatkan meski telah menjalani proses transfusi.
Belum lagi bayi-bayi kucing yang tiba-tiba saja berkeliaran di sekitar rumah. Kucing yang ditemukan pincang di dekat tempatnya bekerja. Atau, kucing di sekitar rumahnya yang kedapatan sering hamil. Dan kini, Nafi sedang mengurus kucing jalanan di sekitar rumahnya yang mengalami gangguan pada usus. Berkali-kali kucing ini diboyong ke klinik untuk menjalani operasi kecil.
Duit yang dikeluarkan? Jangan ditanya. Nafi cuma tersenyum saat ditanya soal biaya. Nafi berasal dari keluarga biasa yang hidup sederhana. Sehari-hari, ia bekerja sebagai koki di salah satu toko kue Kota Bandung.
"Enggak apa. Ikhlas aja, rezeki nanti mungkin ada lagi kok," ujar Nafi, percaya pada pilihannya untuk terus menolong kucing-kucing yang sakit di jalan. Lagi pula, sang ibu dan kakak juga tidak tinggal diam. Terkadang, mereka ikut membantu Nafi urusan biaya pengobatan kucing.
"Kadang gantian, kadang urunan [iuran]. Ya, bareng-bareng aja. Alhamdulillah itu juga dibantuin," ucap Nafi bersyukur. Bagi Nafi, menyukai dan menyayangi kucing adalah dua hal berbeda. Anda bisa saja menyukai kucing, merasa gemas dan ingin bermain bersamanya. Tapi, belum tentu Anda mau merawatnya dengan betul-betul.
Apa yang dilakukan Nafi adalah bentuk kasih sayangnya pada kucing, yang tak cuma rasa gemas belaka. Ibarat kasih sayang ibu pada anak, Nafi rela melakukan apa pun demi membuat kucing-kucing tak terurus yang ditemuinya di jalan sehat sentosa.
"Suka dan sayang itu beda. Kalau sayang [sama kucing], orang pasti rela ngelakuin apa pun buat kucing-kucing yang disayangnya," ujar Nafi.
Berbuat Semampunya
Nafi tak sendiri. Di luar sana, masih banyak orang lain yang hatinya terenyuh melihat kucing-kucing terlantar di jalanan. Alasannya, kurang lebih sama. "Kalau kucing itu adalah saya, maka saya sangat butuh pertolongan," kata Soca (34).
Namun, berbeda dengan Nafi yang mau melakukan apa pun demi kucing-kucing yang ditemuinya di jalan. Soca merasa cukup membantu semampunya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan street feeding.
Ratusan, bahkan mungkin ribuan, kucing di jalan kelaparan menanti datangnya makanan. Terus mengacak-ngacak tempat sampah dan memakan makanan sisa tentu melelahkan. Belum lagi berbagai bakteri yang ada di tempat sampah.
"Aduh, ngebayanginnya aja kasihan, sedih," kata Soca.
Soca, yang merupakan pegawai di salah satu perusahaan swasta Jakarta, kerap membawa toples kecil berisi dry food. Toples itu selalu ada dalam tasnya. Kebetulan ada beberapa kucing 'langganan' yang ditemuinya di jalur menuju tempat kerja. Termasuk di daerah sekitar Halte Busway Ragunan dan di bawah jembatan penyeberangan Mampang Prapatan.
Soca tahu, apa yang dilakukannya mungkin tak sebesar yang dilakukan orang lain seperti Nafi. Namun, setidaknya Soca hanya berusaha melakukan hal sekecil apa pun untuk kucing-kucing yang dilihatnya. "Saya, sih, percaya, sekecil apa pun yang kita lakukan, pasti berguna, kok," ujarnya.
Serupa tapi tak sama. Sejak akhir 2020 lalu, Fathia kerap menyisihkan uangnya setiap bulan. Uang itu disisihkan khusus untuk membeli dry food sebanyak 5 kilogram dan 10 bungkus kecil wet food. Makanan-makanan itu kemudian ia simpan di dalam tasnya. Dibawa kemanapun ia pergi.
Tempat pertamanya adalah kucing-kucing di sekitar Masjid Salman, Bandung. "Di sana, tuh, banyak banget kucingnya," ujar Fathia. Dia juga kerap memberi makan kucing-kucing di sekitar rumahnya di Bandung.
Biasanya, setiap akhir pekan, ia selalu menyempatkan diri untuk berjalan kaki kemanapun. Waktu itu juga ia gunakan untuk membagi-bagikan makanan untuk kucing-kucing di jalan. Baginya, ada kepuasan tersendiri yang didapat saat memberikan makan untuk kucing-kucing di jalan. "Buat saya, ngeliat mereka [kucing] makan lahap, tuh, rasanya senang banget," katanya.
Tapi, kebiasaan itu berubah saat Fathia pindah bekerja di Jakarta. Takjub, ia melihat selalu ada dry food bertebaran di hampir setiap pengkolan jalan ibu kota. "Di sini, tuh, kayaknya orang-orangnya udah pada punya kesadaran ya. Beda sama di Bandung, yang masih jarang banget," kata Fathia.
Di Jakarta, niat Fathia berubah. Dari yang semula getol membagikan makanan, kini ia lebih punya tujuan untuk mensterilkan kucing.
Ia mengumpulkan uang untuk mensterilkan kucing-kucing yang dilihatnya di jalan. Bukan tanpa alasan, selain untuk menekan populasi kucing yang berlebih di ibu kota, steril juga bikin tubuh kucing jadi lebih sehat.
"Di Jakarta, saya lebih pengin steril kucing, sih. Lagi ngumpulin uang sama nyari-nyari info yang suka steril massal di sini," kata Fathia.
Apa pun itu, yang dilakukan Nafi, Soca, dan Fathia adalah bentuk kepedulian dan kasih sayang mereka pada kucing-kucing yang terlantar, yang bahkan tak meminta untuk dilahirkan. Sekecil apa pun, lakukan saja apa pun yang bisa dilakukan. Daripada diam terkunci dalam rasa iba tanpa melakukan apa-apa.
Related Post