Bagi cat lovers, melihat banyaknya kucing yang terlantar dan terluka di jalanan adalah hal yang sangat menyayat hati. Hal ini juga dirasakan oleh Wajih Rahayu (41) atau yang akrab disapa dengan Yayuk. Karena kecintaannya terhadap kucing, ia rela menyelamatkan dan merawat kucing liar yang kurang beruntung.
“Dulu cuma sekedar suka, tapi semakin ke sini melihat kucing terlantar jarang ada yang mau nolong. Kalau kucing bagus banyak yang mau, tapi bagaimana dengan kucing yang cacat? Dari situ mulai rescue kucing dan ngerawat yang sakit-sakit,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (27/10).
“Dulu cuma sekedar suka, tapi semakin ke sini melihat kucing terlantar jarang ada yang mau nolong. Kalau kucing bagus banyak yang mau, tapi bagaimana dengan kucing yang cacat? Dari situ mulai rescue kucing dan ngerawat yang sakit-sakit,” ujarnya saat ditemui di rumahnya, Selasa (27/10).
Yayuk bercerita, pada awalnya ia hanya seorang ibu rumah tangga. Untuk itu ia tidak ingin mengganggu keuangan rumah tangganya dengan kegiatan penyelamatan kucing liar. Sehingga 5 tahun yang lalu, ia memutuskan untuk membangun sebuah penitipan kucing yang berlokasi di Jatimulyo, Kricak, Kec. Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Sebagian hasil dari penitipan, ia gunakan untuk biaya makan dan kesehatan anabul.
Tidak sampai di situ, Yayuk juga mendirikan Komunitas Jogja Cat Lovers bersama dengan 11 ibu rumah tangga lainnya. Komunitas ini sering mengadakan steril kucing gratis yang bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) dan rutin mengadakan street feeding (SF) bersama dengan anggota lainnya.
“Seringnya diadakan steril untuk menjaga populasi kucing dengan harga murah, dan sesekali ada yang memang gratis, tapi itu bekerja sama dengan UGM. Pernah sampai 60 kucing liar. Pertama ditangkepin dulu, terus disteril lalu dirawat sampai sembuh, baru dilepas kembali. Untuk SF kalau ada rejeki pakan baru turun ke jalan,” ungkapnya.
Yayuk menjelaskan, selama ini biaya yang dikeluarkan untuk makan, vaksin dan obat cacing anabul, sepenuhnya berasal dari dompet pribadinya. Berbeda dengan saat ada rescue-an yang sangat parah dan perlu adanya tindakan operasi, barulah ia akan membuka donasi.
Namun, para donatur yang awalnya hanya membantu biaya operasi, malah rutin memberikan bantuan tiap bulannya. Sebetulnya, Yayuk tidak ingin menerima uang dari para donatur, namun pada akhirnya ia memutuskan menerima dan mencatat semua pemasukan dan pengeluaran di buku kas.
Selama Yayuk menjadi rescuer dan foster, telah banyak hal yang dilaluinya. Misalnya seperti penyelamatan kucing yang dramatis. Pernah suatu hari, ada seekor kucing yang ditabrak dan hanya ditaruh di tempat sampah. Tubuhnya sebagian sudah terbakar, tapi akhirnya bisa diselamatkan dan sampai saat ini sehat kembali.
Tidak hanya itu, banyak di rumahnya yang sekaligus menjadi basecamp Jogja Cat Lovers terdapat kucing-kucing hasil rescue-an. Mulai dari kucing yang dibuang pemiliknya karena cacat sejak lahir, kucing yang diamputasi kakinya, hingga kucing yang telinganya hanya sebelah kanan karena yang kiri dibacok orang.
“Mungkin menurut owner yang tidak bertanggung jawab membuang kucing sudah menyelesaikan masalah. Padahal di tempat baru yang dia buang malah menimbulkan masalah baru bagi rescuer, apalagi kalau kitten tidak di-rescue nanti resikonya disiksa orang, terus tidak bisa mencari makan. Padahal kalau kita menampung terus-terusan ya tidak kuat. Saya pernah menampung kucing di angka 42 ekor,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kalau memang sudah komitmen memelihara kucing ya tanggung jawab dari pakan, tempat dan kesehatan karena itu yang terpenting. Terus kalau sakit jangan dibuang, kalau sakit ya diperiksakan, kan sekarang sudah banyak dokter hewan dan klinik hewan. Kalau tidak ingin beranak pinak terus dan bingung anaknya mau dikemanakan, ya jalan satu-satunya steril,” pungkas Yayuk.
Tidak sampai di situ, Yayuk juga mendirikan Komunitas Jogja Cat Lovers bersama dengan 11 ibu rumah tangga lainnya. Komunitas ini sering mengadakan steril kucing gratis yang bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) dan rutin mengadakan street feeding (SF) bersama dengan anggota lainnya.
“Seringnya diadakan steril untuk menjaga populasi kucing dengan harga murah, dan sesekali ada yang memang gratis, tapi itu bekerja sama dengan UGM. Pernah sampai 60 kucing liar. Pertama ditangkepin dulu, terus disteril lalu dirawat sampai sembuh, baru dilepas kembali. Untuk SF kalau ada rejeki pakan baru turun ke jalan,” ungkapnya.
Yayuk menjelaskan, selama ini biaya yang dikeluarkan untuk makan, vaksin dan obat cacing anabul, sepenuhnya berasal dari dompet pribadinya. Berbeda dengan saat ada rescue-an yang sangat parah dan perlu adanya tindakan operasi, barulah ia akan membuka donasi.
Namun, para donatur yang awalnya hanya membantu biaya operasi, malah rutin memberikan bantuan tiap bulannya. Sebetulnya, Yayuk tidak ingin menerima uang dari para donatur, namun pada akhirnya ia memutuskan menerima dan mencatat semua pemasukan dan pengeluaran di buku kas.
Selama Yayuk menjadi rescuer dan foster, telah banyak hal yang dilaluinya. Misalnya seperti penyelamatan kucing yang dramatis. Pernah suatu hari, ada seekor kucing yang ditabrak dan hanya ditaruh di tempat sampah. Tubuhnya sebagian sudah terbakar, tapi akhirnya bisa diselamatkan dan sampai saat ini sehat kembali.
Tidak hanya itu, banyak di rumahnya yang sekaligus menjadi basecamp Jogja Cat Lovers terdapat kucing-kucing hasil rescue-an. Mulai dari kucing yang dibuang pemiliknya karena cacat sejak lahir, kucing yang diamputasi kakinya, hingga kucing yang telinganya hanya sebelah kanan karena yang kiri dibacok orang.
“Mungkin menurut owner yang tidak bertanggung jawab membuang kucing sudah menyelesaikan masalah. Padahal di tempat baru yang dia buang malah menimbulkan masalah baru bagi rescuer, apalagi kalau kitten tidak di-rescue nanti resikonya disiksa orang, terus tidak bisa mencari makan. Padahal kalau kita menampung terus-terusan ya tidak kuat. Saya pernah menampung kucing di angka 42 ekor,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kalau memang sudah komitmen memelihara kucing ya tanggung jawab dari pakan, tempat dan kesehatan karena itu yang terpenting. Terus kalau sakit jangan dibuang, kalau sakit ya diperiksakan, kan sekarang sudah banyak dokter hewan dan klinik hewan. Kalau tidak ingin beranak pinak terus dan bingung anaknya mau dikemanakan, ya jalan satu-satunya steril,” pungkas Yayuk.
Related Post =