Seorang bocah SD di Tasikmalaya, Jawa Barat meninggal dunia karena depresi dipaksa setubuhi kucing oleh teman-temannya.
Bocah kelas V SD berinisial F (11) tersebut dipaksa oleh teman-temannya bersetubuh dengan kucing sambil direkam menggunakan ponsel pekan lalu. Akibat rekaman video tersebut tersebar, korban kemudian menjadi depresi sampai tidak mau makan dan minum hingga membuatnya meninggal dunia ketika sedang di rawat di rumah sakit pada Minggu (18/7/202).
Bocah kelas V SD berinisial F (11) tersebut dipaksa oleh teman-temannya bersetubuh dengan kucing sambil direkam menggunakan ponsel pekan lalu. Akibat rekaman video tersebut tersebar, korban kemudian menjadi depresi sampai tidak mau makan dan minum hingga membuatnya meninggal dunia ketika sedang di rawat di rumah sakit pada Minggu (18/7/202).
Berikut ini kronologi dan fakta terkait kasus meninggalnya bocah SD di Tasikmalaya karena dipaksa setubuhi kucing.
Dipaksa setubuhi kucing dan direkam
Ibu korban T (39) mengungkapkan bahwa anaknya sempat mengaku jika dipaksa untuk menyetubuhi kucing. Kejadian tersebut kemudian disaksikan teman-temannya sambil diolok-olok dan direkam para pelaku.
Usai kejadian tersebut, korban depresi hingga tak mau makan dan minum. Selain itu korban juga mengeluh sakit tenggorokan sampai akhirnya meninggal dunia. "Sepekan sebelum meninggal dunia, rekaman itu menyebar dan (dia) di-bully teman-temannya semakin menjadi-jadi," kata ibu korban
"Anak saya jadi malu, tak mau makan minum, melamun terus sampai dibawa ke rumah sakit dan meninggal saat perawatan," tambahnya.
Korban kerap dipukuli anak sebayanya
Selain mendapat perudungan, ibu korban juga menceritakan bahwa anaknya kerap dipukuli oleh teman-teman bermainnya saat masih hidup. "Sebelum kejadian rekaman itu, korban juga mengaku suka dipukul-pukul oleh mereka. Sampai puncaknya dipaksa begitu (sama kucing)," ujar ibu korban.
Korban tak mau ungkap identitas pelaku
Ibu korban menceritakan bahwa korban tidak pernah mau mengatakan identitas para pelaku perundungan terhadap dirinya. Beberapa kali orangtua korban menanyakan awal mula kejadian pun masih tetap membuat korban enggan menceritakannya.
Setelah ditelusuri dengan menanyakan teman-teman dan tetangga, diduga para pelaku adalah teman-teman bermain korban di desa yang sama, namun berbeda kampung. "Iya, bahkan keluarga para pelaku sempat datang dan meminta maaf ke saya," ungkap ibu korban.
Pelaku diduga empat orang, ada yang usia SMP
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan bahwa para pelaku yang merekam kejadian naas itu diduga berjumlah 4 orang. Keterangan tersebut diperoleh dari teman-teman lainnya dan tetangga korban.
"Tapi diduga ada 4 orang dan identitasnya sudah diketahui. Seorang di antaranya usianya lebih dari korban, sudah SMP," . Ato menyebut suara pelaku dalam rekaman yang tersebar juga terdengar jelas sedang mengolok-ngolok korban.
Video perundungan yang melibatkan korban diketahui berdurasi sekitar 50 detik dan menyebar lewat pesan dan grup WhatsApp warga sampai akhirnya viral. "Ibu korban pun mulanya mengetahui dari tetangganya ada rekaman anaknya yang viral sedang dipaksa begitu ke kucing," ucap Ato.
Upaya proses hukum
KPAID Kabupaten Tasikmalaya kemudian akan melaporkan secara resmi kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Polres Tasikmalaya pada Kamis (21/7/2022). Langkah ini dilakukan untuk dapat memproses secara hukum pelaku yang bertanggung jawab atas beredarnya video rekaman perundungan korban.
Hal tersebut disebabkan karena video sudah beredar dan menjadi komsumsi publik. Nantinya, akan ditelusuri siapa pelaku yang pertama kali menyebarkan video tersebut. "Hari ini kita akan melaporkan ke Polres Tasikmalaya terkait kasus ini.
Kita sudah berkoordinasi terus dengan Kanit PPA Polres Tasikmalaya," ujar Ato. Selain itu, Ato mengatakan bahwa langkah yang diambil KPAID ini juga dilakukan agar memberi edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya perlindungan anak.
Pendampingan kepada keluarga korban dan pelaku
Langkah upaya proses hukum diambil KPAID agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnnya perlindungan anak. Meskipun begitu, Ato mengungkapkan jika KPAID akan melakukan pendampingan psikis kepada keluarga korban dan pendampingan juga kepada para pelaku.
Hal tersebut dilakukan karena para pelaku diduga masih berusia anak-anak. "Yang jelas ini diharapkan akan membuka mata kita pentingnya pengawasan dan edukasi kepada anak-anak kita dari para orangtuanya," jelas Ato.
Sudah dipertemukan
Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dinas Sosial Kabupaten Tasikmalaya, Aan Yuliati menyebut jika sudah dilakukan upaya damai. Aan mendapat laporan jika sebelum korban meninggal dunia, korban dan para pelaku sekaligus teman-temannya sudah dikumpulkan oleh petugas RT dan RW setempat.
Namun, P2TP2A sangat prihatin saat mendengar korban meninggal akibat depresi yang dialaminya usai kejadian tersebut. "Kami prihatin. Sebetulnya sebelumnya sudah dibereskan dengan Pak RT dan RW setempat (kasus itu).
Kemudian anaknya meninggal dan perlu ditindaklanjuti," kata Aan dikutip dari Kompas.com, Kamis (21/7/2022). "Anak-anak para pelaku pun mesti direhabilitasi dengan pengawasan penuh orangtuanya masing-masing," tambahnya.
Dipaksa setubuhi kucing dan direkam
Ibu korban T (39) mengungkapkan bahwa anaknya sempat mengaku jika dipaksa untuk menyetubuhi kucing. Kejadian tersebut kemudian disaksikan teman-temannya sambil diolok-olok dan direkam para pelaku.
Usai kejadian tersebut, korban depresi hingga tak mau makan dan minum. Selain itu korban juga mengeluh sakit tenggorokan sampai akhirnya meninggal dunia. "Sepekan sebelum meninggal dunia, rekaman itu menyebar dan (dia) di-bully teman-temannya semakin menjadi-jadi," kata ibu korban
"Anak saya jadi malu, tak mau makan minum, melamun terus sampai dibawa ke rumah sakit dan meninggal saat perawatan," tambahnya.
Korban kerap dipukuli anak sebayanya
Selain mendapat perudungan, ibu korban juga menceritakan bahwa anaknya kerap dipukuli oleh teman-teman bermainnya saat masih hidup. "Sebelum kejadian rekaman itu, korban juga mengaku suka dipukul-pukul oleh mereka. Sampai puncaknya dipaksa begitu (sama kucing)," ujar ibu korban.
Korban tak mau ungkap identitas pelaku
Ibu korban menceritakan bahwa korban tidak pernah mau mengatakan identitas para pelaku perundungan terhadap dirinya. Beberapa kali orangtua korban menanyakan awal mula kejadian pun masih tetap membuat korban enggan menceritakannya.
Setelah ditelusuri dengan menanyakan teman-teman dan tetangga, diduga para pelaku adalah teman-teman bermain korban di desa yang sama, namun berbeda kampung. "Iya, bahkan keluarga para pelaku sempat datang dan meminta maaf ke saya," ungkap ibu korban.
Pelaku diduga empat orang, ada yang usia SMP
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengatakan bahwa para pelaku yang merekam kejadian naas itu diduga berjumlah 4 orang. Keterangan tersebut diperoleh dari teman-teman lainnya dan tetangga korban.
"Tapi diduga ada 4 orang dan identitasnya sudah diketahui. Seorang di antaranya usianya lebih dari korban, sudah SMP," . Ato menyebut suara pelaku dalam rekaman yang tersebar juga terdengar jelas sedang mengolok-ngolok korban.
Video perundungan yang melibatkan korban diketahui berdurasi sekitar 50 detik dan menyebar lewat pesan dan grup WhatsApp warga sampai akhirnya viral. "Ibu korban pun mulanya mengetahui dari tetangganya ada rekaman anaknya yang viral sedang dipaksa begitu ke kucing," ucap Ato.
Upaya proses hukum
KPAID Kabupaten Tasikmalaya kemudian akan melaporkan secara resmi kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Polres Tasikmalaya pada Kamis (21/7/2022). Langkah ini dilakukan untuk dapat memproses secara hukum pelaku yang bertanggung jawab atas beredarnya video rekaman perundungan korban.
Hal tersebut disebabkan karena video sudah beredar dan menjadi komsumsi publik. Nantinya, akan ditelusuri siapa pelaku yang pertama kali menyebarkan video tersebut. "Hari ini kita akan melaporkan ke Polres Tasikmalaya terkait kasus ini.
Kita sudah berkoordinasi terus dengan Kanit PPA Polres Tasikmalaya," ujar Ato. Selain itu, Ato mengatakan bahwa langkah yang diambil KPAID ini juga dilakukan agar memberi edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya perlindungan anak.
Pendampingan kepada keluarga korban dan pelaku
Langkah upaya proses hukum diambil KPAID agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnnya perlindungan anak. Meskipun begitu, Ato mengungkapkan jika KPAID akan melakukan pendampingan psikis kepada keluarga korban dan pendampingan juga kepada para pelaku.
Hal tersebut dilakukan karena para pelaku diduga masih berusia anak-anak. "Yang jelas ini diharapkan akan membuka mata kita pentingnya pengawasan dan edukasi kepada anak-anak kita dari para orangtuanya," jelas Ato.
Sudah dipertemukan
Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dinas Sosial Kabupaten Tasikmalaya, Aan Yuliati menyebut jika sudah dilakukan upaya damai. Aan mendapat laporan jika sebelum korban meninggal dunia, korban dan para pelaku sekaligus teman-temannya sudah dikumpulkan oleh petugas RT dan RW setempat.
Namun, P2TP2A sangat prihatin saat mendengar korban meninggal akibat depresi yang dialaminya usai kejadian tersebut. "Kami prihatin. Sebetulnya sebelumnya sudah dibereskan dengan Pak RT dan RW setempat (kasus itu).
Kemudian anaknya meninggal dan perlu ditindaklanjuti," kata Aan dikutip dari Kompas.com, Kamis (21/7/2022). "Anak-anak para pelaku pun mesti direhabilitasi dengan pengawasan penuh orangtuanya masing-masing," tambahnya.
Related Post