Bung Hatta sangat terkenal dengan sikap yang baik hati, jujur, dan menganggap semua orang Indonesia adalah saudaranya. Bagi Hatta Indonesia adalah suatu kesatuan bangsa yang sangat besar yang membentang wilayahnya seperdelapan di dalam peta dunia. Meskipun berbeda suku, namun semuanya disatukan di dalam satu kandungan ibu pertiwi: Indonesia.
Selain kebaikan hatinya pada sesama manusia, Bung Hatta ternyata juga adalah seorang pecinta binatang. Ia memperlakukan binatang sebagai makhluk hidup ciptaan Allah SWT dengan penuh cinta dan kasih. Dari berbagai sumber yang penulis dapat, diketahuilah bagaimana sikap Bung Hatta pada hewan-hewan kesayangannya ini. Berikut adalah kisah singkat bagaimana Bung Hatta dan beberapa hewan kesayangannya.
Selain kebaikan hatinya pada sesama manusia, Bung Hatta ternyata juga adalah seorang pecinta binatang. Ia memperlakukan binatang sebagai makhluk hidup ciptaan Allah SWT dengan penuh cinta dan kasih. Dari berbagai sumber yang penulis dapat, diketahuilah bagaimana sikap Bung Hatta pada hewan-hewan kesayangannya ini. Berikut adalah kisah singkat bagaimana Bung Hatta dan beberapa hewan kesayangannya.
Pada tahun 1934, Bung Hatta menjadi pesakitan dan menerima hukuman dari Pemerintah Kolonial Belanda dengan menjadi tahanan buangan ke daerah yang pada saat itu menjadi daerah yang dianggap sebagai ‘tempat penghabisan hidup’ juga terkenal dengan sebutan Tanah Merah serta penyakit malarianya yang ganas, tempat itu adalah Boven Digul!
Di ‘Tanah Merah’ ini tokoh sesama pergerakan nasional yang ikut dibuang oleh Belanda bersama Bung Hatta adalah Bung Sjahrir. Selama berada di Boven Digul, selain melakukan kegiatan seperti mengajar dan juga mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak dan sebagainya, di tempat ini pula Bung Hatta memelihara binatangnya. Sesaat tiba di Tanah Merah, Bung Hatta menerima pemberian dari penduduk yaitu seekor anak kucing dan seekor anak anjing.
“Untuk kedua binatang ini Bung Hatta memberikan nama, pada si anak kucing diberi nama ‘Si Hitam’, pada si anak anjing diberi nama ‘Juli’," ungkap Burhanudin, kawan Hatta di Pendidikan Nasional Indonesia yang turut dibuang ke ‘Tanah Merah’ Boven Digul.
Bung Hatta merawat kedua anak binatang ini dengan penuh kasih sayang, meskipun berbeda jenis dan terkenal sebagai binatang yang bermusuhan, namun kedua binatang ini dapat akur dan bahkan makan satu piring.
Uniknya hal tersebut bukan hanya terjadi pada ‘si hitam’ dan ‘Juli’, tapi hampir semua anjing dan kucing, bahkan yang telah dewasa, di sana dapat hidup akur dan tidak terjadi pertikaian. Melihat hal ini lantas Bung Hatta berkomentar: “Itulah yang aneh di tanah pembuangan ini. Anjing dan kucing yang terkenal musuh bebuyutan dapat hidup akur, tetapi kawan-kawan yang seideologi seperti anggota PKI yang dibuang kesini, malah bermusuh-musuhan.”
Bung Hatta berkomentar atas dasar bahwa selama di tanah pembuangan, sesama anggota PKI di sana sering kali terjadi pertikaian bahkan bisa hanya dikarenakan debat kecil dapat terus berlanjut pada saling bunuh membunuh. “Perkara debat urusan kecil saja bisa sampai cabut-cabutan golok,” ujar Bung Hatta.
Di ‘Tanah Merah’ ini tokoh sesama pergerakan nasional yang ikut dibuang oleh Belanda bersama Bung Hatta adalah Bung Sjahrir. Selama berada di Boven Digul, selain melakukan kegiatan seperti mengajar dan juga mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak dan sebagainya, di tempat ini pula Bung Hatta memelihara binatangnya. Sesaat tiba di Tanah Merah, Bung Hatta menerima pemberian dari penduduk yaitu seekor anak kucing dan seekor anak anjing.
“Untuk kedua binatang ini Bung Hatta memberikan nama, pada si anak kucing diberi nama ‘Si Hitam’, pada si anak anjing diberi nama ‘Juli’," ungkap Burhanudin, kawan Hatta di Pendidikan Nasional Indonesia yang turut dibuang ke ‘Tanah Merah’ Boven Digul.
Bung Hatta merawat kedua anak binatang ini dengan penuh kasih sayang, meskipun berbeda jenis dan terkenal sebagai binatang yang bermusuhan, namun kedua binatang ini dapat akur dan bahkan makan satu piring.
Uniknya hal tersebut bukan hanya terjadi pada ‘si hitam’ dan ‘Juli’, tapi hampir semua anjing dan kucing, bahkan yang telah dewasa, di sana dapat hidup akur dan tidak terjadi pertikaian. Melihat hal ini lantas Bung Hatta berkomentar: “Itulah yang aneh di tanah pembuangan ini. Anjing dan kucing yang terkenal musuh bebuyutan dapat hidup akur, tetapi kawan-kawan yang seideologi seperti anggota PKI yang dibuang kesini, malah bermusuh-musuhan.”
Bung Hatta berkomentar atas dasar bahwa selama di tanah pembuangan, sesama anggota PKI di sana sering kali terjadi pertikaian bahkan bisa hanya dikarenakan debat kecil dapat terus berlanjut pada saling bunuh membunuh. “Perkara debat urusan kecil saja bisa sampai cabut-cabutan golok,” ujar Bung Hatta.
Pada tahun 1935, sebagaimana kita tahu, Bung Hatta kembali menjadi tahanan buangan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, kali ini ditempatkan di daerah bernama Banda Neira. Saat menjadi tahanan di Banda Neira, Bung Hatta dapat lebih ‘bebas’ menikmati lingkungan sekitar, ia dapat bercengkrama dengan penduduk sekitar, mengajar anak-anak sekitar, berolahraga sepak bola dan renang, berdiskusi dengan sesama tokoh pergerakan (pada saat yang sama di Banda Neira tokoh Pergerakan Nasional, Tjipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri, menjadi tahanan buangan), serta memelihara binatang.
Nah, yang disebutkan terakhir dilakukan Bung Hatta disela-sela kegiatannya yang lain. Binatang kesayangan Bung Hatta pada masa pembuangan ini, dan seterusnya, adalah kucing. Kucing yang memang lucu dan mudah dipelihara ini dijadikan oleh Bung Hatta sebagai binatang peliharaan selama ia berada di Banda Neira.
Kucing-kucing yang Bung Hatta pelihara adalah kucing liar yang berada di sekitar lingkungan rumahnya di Banda Neira. Kucing yang menjadi peliharaan Bung Hatta ini kemudian diberi nama ‘Hitler’, namun ‘Hitler’ tidak bertahan lama karena kemudian ia kabur. Setelah ‘Hitler’ kabur maka diganti dengan kucing lain yang berwarna belang. “Kucing ini diberi nama ‘Turki’, dan lebih netral dibanding ‘Hitler',’” ungkap Des Alwi yang pada saat itu merupakan anak kampung Banda Neira.
Kegemaran Bung Hatta untuk memelihara binatang tidak hanya terjadi saat ia berada di daerah pembuangan, namun terus berlanjut hingga ia menjadi wakil presiden dan sampai akhirnya berhenti dari jabatan itu.
Di lingkungan rumah pribadi Bung Hatta di Jalan Diponegoro Jakarta, Bung Hatta memelihara beberapa kucing. Yang paling ‘setia’ dan menjadi kesayangan Bung Hatta adalah kucing bernama Jonkheer, nama tersebut diambil dari gelar kebangsawanan pada masyarakat Belanda di masa Kolonial. Kucing-kucing yang dipelihara oleh Bung Hatta diperlakukan dan diberikan perhatian yang istimewa.
Setiap selesai makan siang dan malam, maka kucing-kucing Bung Hatta mendapatkan jatah makannya. Bung Hatta memberikan makanan kepada kucing-kucing tersebut dengan makanan berupa daging yang dipotong kecil-kecil.
Untuk urusan memberi makan pada kucing para anak-anak Bung Hatta ikut membantu, termasuk putrinya yang bungsu, yaitu Gemala, menurutnya: “Bilamana kami membantu beliau memotong-motong, maka beliau senantiasa mengingatkan kami untuk memotongnya kecil-kecil agar dapat masuk ke dalam mulut binatang.”
Perhatian sekecil itu pun diperhatikan oleh Bung Hatta, hal yang membuktikan bahwa beliau seorang penyayang binatang. Sebagaimana Bung Hatta yang terkenal sangat disiplin, maka kebiasaan ini pun nampaknya ‘menular’ pada kucing-kucing peliharaannya.
Kucing peliharaan Bung Hatta terlatih untuk diberi makan dalam jam-jam yang sudah hampir pasti tepat setiap harinya, maka dengan sendirinya maka kedisiplinan pun menjadi kebiasaan. Kucing-kucing ini tidak pernah mengeong meminta makan apabila belum waktunya. Mereka akan sabar menunggu di belakang kursi makan Bung Hatta sampai ia selesai makan siang atau malam, maka saat selesai semua kucing akan mengerubungi Bung Hatta.
Dalam memberikan makanan juga Bung Hatta menerapkan keadilan bagi kucing-kucingnya. Kucing yang paling besar akan mendapatkan porsi yang besar dan kucing yang kecil mendapatkan porsi yang seusai dengan tubuhnya.
“Sering terjadi bahwa kucing yang besar yang rakus berusaha menghabiskan porsi kawannya, maka ayah (Bung Hatta) senantiasa menjentikkan telinga kucing itu,” ujar Gemala
Hal tersebut pada akhirnya melatih para kucing dan mereka tidak berani lagi saling “menyerang” makanan kawannya. Jonkheer sebagai kucing kesayangan Bung Hatta memiliki sebuah kontak batin yang kuat dengan pemiliknya.
Saat Bung Hatta harus pergi meninggalkan rumah karena suatu urusan, maka Jonkheer akan menunggu Bung Hatta di depan rumah sampai sesaat sebelum Bung Hatta sampai ke rumah. Begitu Bung Hatta turun maka serta merta ia akan mengikuti Bung Hatta dan hal itu seolah menjadi komando untuk kucing-kucing lainnya melakukan hal yang sama.
Kontak batin antara Bung Hatta dengan Jonkheer terlihat juga pada saat Bung Hatta sakit, ia serta merta menjadi tidak suka makan, dan mengeong-ngeong di depan kamar Bung Hatta, “Seakan-akan ikut menangisi sakitnya Ayah (Bung Hatta)," ujar Gemala.
Selain di rumahnya di Jakarta, Bung Hatta juga memiliki beberapa hewan kesayangan di rumahnya (vila) di Megamendung, seperti kucing, kelinci dan ikan mas. Kalau di Jakarta binatang peliharaan kesayangannya adalah kucing, kalau di Megamendung, hewan kesayangannya adalah ikan mas.
Ikan mas yang memiliki panjang kira-kira 50 cm tersebut diberi nama ‘Si Rabun’, diberi nama demikian karena memang ikan ini rabun. Ikan ini telah cukup lama berada di kolam ikan Bung Hatta di Megamendung.
Karena sayangnya pada ikan ini, Bung Hatta memberikan perhatian khusus melalui perintahnya pada pada penunggu villa tersebut yang telah menjadi pembantu Bung Hatta yang setia bernama Pak Suli untuk merawat ikan ini dengan baik. Sampai-sampai saat ‘Si Rabun’ mati karena terjepit di antara tong bunga teratai di kolam tersebut, Pak Suli ketakutan, akhirnya ia membawa bangkai ‘Si Rabun’ ke Jakarta untuk melapor perihal kematian ikan mas tersebut kepada Bung Hatta.
“Biaya penguburannya tentu saja menjadi sangat mahal, karena Ayah (Bung Hatta) terpaksa mengganti ongkos perjalanan Pak Suli pulang pergi Jakarta,” ungkap Meutia Farida putri sulung Bung Hatta.
Jadi begitulah sedikit cerita mengenai bagaimana Bung Hatta menyayangi binatang peliharaannya. Cerita ini menunjukkan pada kita bahwa seorang patriot memiliki sisi manusiawi yang salah satunya adalah mencintai makhluk hidup yang diciptakan Allah SWT.
Bung Hatta sekali lagi menunjukkan tauladan tidak hanya bagaimana bersikap sebagai makhluk Allah SWT yang harus dapat hidup berdampingan satu sama lain dengan penuh rasa sayang.
Nah, yang disebutkan terakhir dilakukan Bung Hatta disela-sela kegiatannya yang lain. Binatang kesayangan Bung Hatta pada masa pembuangan ini, dan seterusnya, adalah kucing. Kucing yang memang lucu dan mudah dipelihara ini dijadikan oleh Bung Hatta sebagai binatang peliharaan selama ia berada di Banda Neira.
Kucing-kucing yang Bung Hatta pelihara adalah kucing liar yang berada di sekitar lingkungan rumahnya di Banda Neira. Kucing yang menjadi peliharaan Bung Hatta ini kemudian diberi nama ‘Hitler’, namun ‘Hitler’ tidak bertahan lama karena kemudian ia kabur. Setelah ‘Hitler’ kabur maka diganti dengan kucing lain yang berwarna belang. “Kucing ini diberi nama ‘Turki’, dan lebih netral dibanding ‘Hitler',’” ungkap Des Alwi yang pada saat itu merupakan anak kampung Banda Neira.
Kegemaran Bung Hatta untuk memelihara binatang tidak hanya terjadi saat ia berada di daerah pembuangan, namun terus berlanjut hingga ia menjadi wakil presiden dan sampai akhirnya berhenti dari jabatan itu.
Di lingkungan rumah pribadi Bung Hatta di Jalan Diponegoro Jakarta, Bung Hatta memelihara beberapa kucing. Yang paling ‘setia’ dan menjadi kesayangan Bung Hatta adalah kucing bernama Jonkheer, nama tersebut diambil dari gelar kebangsawanan pada masyarakat Belanda di masa Kolonial. Kucing-kucing yang dipelihara oleh Bung Hatta diperlakukan dan diberikan perhatian yang istimewa.
Setiap selesai makan siang dan malam, maka kucing-kucing Bung Hatta mendapatkan jatah makannya. Bung Hatta memberikan makanan kepada kucing-kucing tersebut dengan makanan berupa daging yang dipotong kecil-kecil.
Untuk urusan memberi makan pada kucing para anak-anak Bung Hatta ikut membantu, termasuk putrinya yang bungsu, yaitu Gemala, menurutnya: “Bilamana kami membantu beliau memotong-motong, maka beliau senantiasa mengingatkan kami untuk memotongnya kecil-kecil agar dapat masuk ke dalam mulut binatang.”
Perhatian sekecil itu pun diperhatikan oleh Bung Hatta, hal yang membuktikan bahwa beliau seorang penyayang binatang. Sebagaimana Bung Hatta yang terkenal sangat disiplin, maka kebiasaan ini pun nampaknya ‘menular’ pada kucing-kucing peliharaannya.
Kucing peliharaan Bung Hatta terlatih untuk diberi makan dalam jam-jam yang sudah hampir pasti tepat setiap harinya, maka dengan sendirinya maka kedisiplinan pun menjadi kebiasaan. Kucing-kucing ini tidak pernah mengeong meminta makan apabila belum waktunya. Mereka akan sabar menunggu di belakang kursi makan Bung Hatta sampai ia selesai makan siang atau malam, maka saat selesai semua kucing akan mengerubungi Bung Hatta.
Dalam memberikan makanan juga Bung Hatta menerapkan keadilan bagi kucing-kucingnya. Kucing yang paling besar akan mendapatkan porsi yang besar dan kucing yang kecil mendapatkan porsi yang seusai dengan tubuhnya.
“Sering terjadi bahwa kucing yang besar yang rakus berusaha menghabiskan porsi kawannya, maka ayah (Bung Hatta) senantiasa menjentikkan telinga kucing itu,” ujar Gemala
Hal tersebut pada akhirnya melatih para kucing dan mereka tidak berani lagi saling “menyerang” makanan kawannya. Jonkheer sebagai kucing kesayangan Bung Hatta memiliki sebuah kontak batin yang kuat dengan pemiliknya.
Saat Bung Hatta harus pergi meninggalkan rumah karena suatu urusan, maka Jonkheer akan menunggu Bung Hatta di depan rumah sampai sesaat sebelum Bung Hatta sampai ke rumah. Begitu Bung Hatta turun maka serta merta ia akan mengikuti Bung Hatta dan hal itu seolah menjadi komando untuk kucing-kucing lainnya melakukan hal yang sama.
Kontak batin antara Bung Hatta dengan Jonkheer terlihat juga pada saat Bung Hatta sakit, ia serta merta menjadi tidak suka makan, dan mengeong-ngeong di depan kamar Bung Hatta, “Seakan-akan ikut menangisi sakitnya Ayah (Bung Hatta)," ujar Gemala.
Selain di rumahnya di Jakarta, Bung Hatta juga memiliki beberapa hewan kesayangan di rumahnya (vila) di Megamendung, seperti kucing, kelinci dan ikan mas. Kalau di Jakarta binatang peliharaan kesayangannya adalah kucing, kalau di Megamendung, hewan kesayangannya adalah ikan mas.
Ikan mas yang memiliki panjang kira-kira 50 cm tersebut diberi nama ‘Si Rabun’, diberi nama demikian karena memang ikan ini rabun. Ikan ini telah cukup lama berada di kolam ikan Bung Hatta di Megamendung.
Karena sayangnya pada ikan ini, Bung Hatta memberikan perhatian khusus melalui perintahnya pada pada penunggu villa tersebut yang telah menjadi pembantu Bung Hatta yang setia bernama Pak Suli untuk merawat ikan ini dengan baik. Sampai-sampai saat ‘Si Rabun’ mati karena terjepit di antara tong bunga teratai di kolam tersebut, Pak Suli ketakutan, akhirnya ia membawa bangkai ‘Si Rabun’ ke Jakarta untuk melapor perihal kematian ikan mas tersebut kepada Bung Hatta.
“Biaya penguburannya tentu saja menjadi sangat mahal, karena Ayah (Bung Hatta) terpaksa mengganti ongkos perjalanan Pak Suli pulang pergi Jakarta,” ungkap Meutia Farida putri sulung Bung Hatta.
Jadi begitulah sedikit cerita mengenai bagaimana Bung Hatta menyayangi binatang peliharaannya. Cerita ini menunjukkan pada kita bahwa seorang patriot memiliki sisi manusiawi yang salah satunya adalah mencintai makhluk hidup yang diciptakan Allah SWT.
Bung Hatta sekali lagi menunjukkan tauladan tidak hanya bagaimana bersikap sebagai makhluk Allah SWT yang harus dapat hidup berdampingan satu sama lain dengan penuh rasa sayang.
Related Post