Keberadaan berang-berang semakin sulit ditemui di sungai-sungai kota besar. Padahal, sungai merupakan habitat asli dari hewan akuatik ini.
Bersama Komunitas Asta Indonesia dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), Kompas.com mencoba menelusuri Sungai Ciliwung, tepatnya di kolong jembatan kawasan Grand Depok City (GDC), Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (8/10/2022).
Saat itu, Perjalanan menuju lokasi yang diduga menjadi sarang berang-berang cukup sulit dilalui. Kondisi tanah yang basah dikelilingi pohon bambu. Kumpulan sampah plastik bekas minuman, kayu, kaleng, serta kemasan makanan memenuhi jalan yang dilalui untuk mencari mamalia berbulu itu.
Bersama Komunitas Asta Indonesia dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), Kompas.com mencoba menelusuri Sungai Ciliwung, tepatnya di kolong jembatan kawasan Grand Depok City (GDC), Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (8/10/2022).
Saat itu, Perjalanan menuju lokasi yang diduga menjadi sarang berang-berang cukup sulit dilalui. Kondisi tanah yang basah dikelilingi pohon bambu. Kumpulan sampah plastik bekas minuman, kayu, kaleng, serta kemasan makanan memenuhi jalan yang dilalui untuk mencari mamalia berbulu itu.
Perburuan Masih Marak Terjadi
Pemerhati Ekosistem dan Satwa Liar dari Aspera Madyasta (Asta) Indonesia, Averroes Oktaliza menyampaikan hingga saat ini perburuan berang-berang masih terjadi. Hewan mamalia itu, ditangkap oleh warga maupun diperjualbelikan para pemburu sehingga menganggu rantai makanan.
Dari salah satu grup Facebook, Asta Indonesia mengemukakan setidaknya ada ratusan ekor berang-berang yang dijual dalam sepekan. "Berdasarkan data yang dihimpun dalam periode satu minggu, jual beli berang-berang mencapai 100 ekor," ujar Ave Sabtu (8/10/2022).
Padahal, lanjut dia, sepanjang hidupnya berang-berang hanya melahirkan 1-3 anak saja dan tak semua bisa hidup lama. Ave berpendapat, kehilangan berang-berang di alam pernah menimbulkan teror ular kobra yang masuk rumah di Kota Depok pada 2019.
Kondisi ini, menurut dia, adalah imbas dari terganggunya rantai makanan. "Itu bisa dikatakan salah satu fakta bahwa ada ketidakseimbahgan di ekosistem atau di alam," jelas Ave. Melalui studi berang-berang di segmen 4 Sungai Ciliwung, Ave berharap, pemerintah dan peneliti bisa mendapatkan gambaran terkait ekosistem di Ciliwung yang menjadi rumah bagi satwa tersebut.
Ia berharap spesies berang-berang cakar kecil atau aonyx cinereus dilindungi oleh pemerintah. Secara internasional, kata Ave, perdagangan berang-berang sudah sangat dilarang. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengkaji aturan perlindungan terhadap hewan berbulu tersebut.
Ada Jejak Kaki
Dari penelusuran, komunitas menemukan sisa-sisa aktivitas berang-berang berupa jejak kaki di kolong jembatan kawasan Grand Depok City (GDC). Di lokasi ini tak ditemukan berang-berang yang sedang beraktivitas di sarangnya.
Namun, tim Asta Indonesia akan terus mengidentifikasi keberadaan hewan tersebut untuk menentukan spesiesnya. "Walaupun masih samar tapi nanti kami coba malam hari ini identifikasi lagi, apakah ini berang-berang bulu licin ataupun berang-berang cakar kecil," kata Ave.
Ave memastikan bahwa jejak itu milik berang-berang. Sebab, cirinya berbeda dengan hewan lain. "Kalau berang-berang punya pembeda dengan hewan lain yang memang hidupnya di sungai. Kemungkinan besar yang kami temukan milik berang-berang. Tinggal tentukan berang-berang jenis apa itu," jelas dia.
Sisa Kotoran
Tim Asta Indonesia juga menyambangi titik kedua yakni Jembatan Panus, Depok. Di Sungai Ciliwung yang berada di bawah jembatan ini, tim menelusuri sisi sungai dalam radius 1 kilometer. Keberadaan hewan itu diyakini dengan adanya sisa kotoran atau feses yang ditinggalkan berang-berang.
Pasalnya, kata Ave, berang-berang akan buang kotoran di tempat yang sama. "Berang-berang berbeda dengan hewan lain yang buang air sembarangan. Berang-berang kalau sudah buang air di suatu tempat akan di situ terus," kata dia.
"Kami menemukan area grooming side-nya lengkap dengan bekas kotorannya atau fesesnya karena di situ terdapat sisa-sisa makanan dia, yaitu kerang dan sisik tulang ikan," ungkap Ave. Tim juga menemukan sisa makanan berupa kepiting, kerang, amfibi, dan sisik ular.
Mereka pun bisa diidentifikasi melalui jejak kakinya. "Kami juga mencari sarangnya, biasanya di depan sarangnya ada jejaknya. Ada beberapa sarang yang mempunyai tanah licin untuk tempat dia meluncur," tutur Ave.
Risiko Berang-berang yang Jadi Konten
Ave mengkhawatirkan kebiasaan influencer yang menjadikan berang-berang sebagai konten di media sosial. Pasalnya, berang-berang adalah hewan liar yang patut untuk dilindungi oleh masyarakat maupun negara.
"Kami khawatir karena konten di media sosial banyak influencer menggunakan satwa liar, khususnya berang-berang, untuk menarik viewers ataupun followers," ujar Ave. "Sedangkan, hakikatnya hanya satu berang-berang di Indonesia yang mampu hidup sendiri atau soliter, selebihnya koloni, enggak bisa hidup sendirian," sambung dia.
Lebih jauh, Ave mengungkapkan dari 13 spesies berang-berang, empat di antaranya hidup di Indonesia. Adapun studi yang dilakukannya ialah untuk mengidentifikasi dua spesies yakni berang-berang bulu licin dan berang-berang cakar kecil.
Ketua Aspera Madyasta (Asta) Indonesia itu berharap spesies berang-berang cakar kecil atau aonyx cinereus dilindungi oleh pemerintah. Secara internasional, kata Ave, perdagangan berang-berang sudah sangat dilarang.
Adapun kegiatan itu merupakan bagian dari Biodiversity Warriors (BW) Sponsorship Program, bantuan yang diberikan Yayasan Kehati untuk komunitas yang memiliki kegiatan menarik terkait pelestarian alam. Komunitas Asta Indonesia menjadi salah satu komunitas yang terpilih dalam program ini.
Pemerhati Ekosistem dan Satwa Liar dari Aspera Madyasta (Asta) Indonesia, Averroes Oktaliza menyampaikan hingga saat ini perburuan berang-berang masih terjadi. Hewan mamalia itu, ditangkap oleh warga maupun diperjualbelikan para pemburu sehingga menganggu rantai makanan.
Dari salah satu grup Facebook, Asta Indonesia mengemukakan setidaknya ada ratusan ekor berang-berang yang dijual dalam sepekan. "Berdasarkan data yang dihimpun dalam periode satu minggu, jual beli berang-berang mencapai 100 ekor," ujar Ave Sabtu (8/10/2022).
Padahal, lanjut dia, sepanjang hidupnya berang-berang hanya melahirkan 1-3 anak saja dan tak semua bisa hidup lama. Ave berpendapat, kehilangan berang-berang di alam pernah menimbulkan teror ular kobra yang masuk rumah di Kota Depok pada 2019.
Kondisi ini, menurut dia, adalah imbas dari terganggunya rantai makanan. "Itu bisa dikatakan salah satu fakta bahwa ada ketidakseimbahgan di ekosistem atau di alam," jelas Ave. Melalui studi berang-berang di segmen 4 Sungai Ciliwung, Ave berharap, pemerintah dan peneliti bisa mendapatkan gambaran terkait ekosistem di Ciliwung yang menjadi rumah bagi satwa tersebut.
Ia berharap spesies berang-berang cakar kecil atau aonyx cinereus dilindungi oleh pemerintah. Secara internasional, kata Ave, perdagangan berang-berang sudah sangat dilarang. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mengkaji aturan perlindungan terhadap hewan berbulu tersebut.
Ada Jejak Kaki
Dari penelusuran, komunitas menemukan sisa-sisa aktivitas berang-berang berupa jejak kaki di kolong jembatan kawasan Grand Depok City (GDC). Di lokasi ini tak ditemukan berang-berang yang sedang beraktivitas di sarangnya.
Namun, tim Asta Indonesia akan terus mengidentifikasi keberadaan hewan tersebut untuk menentukan spesiesnya. "Walaupun masih samar tapi nanti kami coba malam hari ini identifikasi lagi, apakah ini berang-berang bulu licin ataupun berang-berang cakar kecil," kata Ave.
Ave memastikan bahwa jejak itu milik berang-berang. Sebab, cirinya berbeda dengan hewan lain. "Kalau berang-berang punya pembeda dengan hewan lain yang memang hidupnya di sungai. Kemungkinan besar yang kami temukan milik berang-berang. Tinggal tentukan berang-berang jenis apa itu," jelas dia.
Sisa Kotoran
Tim Asta Indonesia juga menyambangi titik kedua yakni Jembatan Panus, Depok. Di Sungai Ciliwung yang berada di bawah jembatan ini, tim menelusuri sisi sungai dalam radius 1 kilometer. Keberadaan hewan itu diyakini dengan adanya sisa kotoran atau feses yang ditinggalkan berang-berang.
Pasalnya, kata Ave, berang-berang akan buang kotoran di tempat yang sama. "Berang-berang berbeda dengan hewan lain yang buang air sembarangan. Berang-berang kalau sudah buang air di suatu tempat akan di situ terus," kata dia.
"Kami menemukan area grooming side-nya lengkap dengan bekas kotorannya atau fesesnya karena di situ terdapat sisa-sisa makanan dia, yaitu kerang dan sisik tulang ikan," ungkap Ave. Tim juga menemukan sisa makanan berupa kepiting, kerang, amfibi, dan sisik ular.
Mereka pun bisa diidentifikasi melalui jejak kakinya. "Kami juga mencari sarangnya, biasanya di depan sarangnya ada jejaknya. Ada beberapa sarang yang mempunyai tanah licin untuk tempat dia meluncur," tutur Ave.
Risiko Berang-berang yang Jadi Konten
Ave mengkhawatirkan kebiasaan influencer yang menjadikan berang-berang sebagai konten di media sosial. Pasalnya, berang-berang adalah hewan liar yang patut untuk dilindungi oleh masyarakat maupun negara.
"Kami khawatir karena konten di media sosial banyak influencer menggunakan satwa liar, khususnya berang-berang, untuk menarik viewers ataupun followers," ujar Ave. "Sedangkan, hakikatnya hanya satu berang-berang di Indonesia yang mampu hidup sendiri atau soliter, selebihnya koloni, enggak bisa hidup sendirian," sambung dia.
Lebih jauh, Ave mengungkapkan dari 13 spesies berang-berang, empat di antaranya hidup di Indonesia. Adapun studi yang dilakukannya ialah untuk mengidentifikasi dua spesies yakni berang-berang bulu licin dan berang-berang cakar kecil.
Ketua Aspera Madyasta (Asta) Indonesia itu berharap spesies berang-berang cakar kecil atau aonyx cinereus dilindungi oleh pemerintah. Secara internasional, kata Ave, perdagangan berang-berang sudah sangat dilarang.
Adapun kegiatan itu merupakan bagian dari Biodiversity Warriors (BW) Sponsorship Program, bantuan yang diberikan Yayasan Kehati untuk komunitas yang memiliki kegiatan menarik terkait pelestarian alam. Komunitas Asta Indonesia menjadi salah satu komunitas yang terpilih dalam program ini.
Related Post