Seekor kucing liar yang tengah hamil ditemukan dengan dua kuping berdarah karena dipotong, luka bakar disiram air panas di bagian perut dan empat puting susu yang dipotong.
Seseorang yang melihat kucing itu di Cibinong, Bogor, di depan restoran cepat saji pada Jumat (15/06) lalu memfoto dan melaporkan kasus penyiksaan ini ke komunitas pelindung binatang melalui media sosial yang segera menyelamatkannya.
Kucing yang masih dirawat di satu klinik di Jakarta ini masih diinfus dan masih dalam proses pemulihan, menurut Wahyu Winono dari Cat Lovers in the World, organisasi yang menyelamatkan kucing ini.
Seseorang yang melihat kucing itu di Cibinong, Bogor, di depan restoran cepat saji pada Jumat (15/06) lalu memfoto dan melaporkan kasus penyiksaan ini ke komunitas pelindung binatang melalui media sosial yang segera menyelamatkannya.
Kucing yang masih dirawat di satu klinik di Jakarta ini masih diinfus dan masih dalam proses pemulihan, menurut Wahyu Winono dari Cat Lovers in the World, organisasi yang menyelamatkan kucing ini.
Kucing ini termasuk dari ratusan yang diselamatkan dari penyiksaan yang dialami, kata Wahyu, yang bekerja sama dengan sejumlah organisasi lain termasuk Garda Satwa Indonesia, dalam menyerukan penghentian penyiksaan hewan jalanan melalui media sosial.
Salah satu unggahan melalui media sosial untuk penghentian kekerasan terhadap hewan, antara lain berbunyi, "Apa salah kami sehingga banyak orang yang membenci kami? Kami pergi bertahan hidup tanpa bekal apapun. Tanpa kalian jahati, hidup kami pun sudah sulit...Apa salah kami? Mengapa banyak yang menjahati kami padahal kami tidak membawa sebilah belati untuk melukai kalian?"
"Apa karena kami tidak berdaya sehingga manusia tega memperdayakan kami? Apa karena kami tidak bisa bicara sehingga kalian tidak mempedulikan kami?" tulis Garda Satwa melalui akun Facebook. "Kami tidak minta banyak. Kami hanya ingin hidup nyaman dan aman. Hidup kami hanya sebentar, tak sepanjang hidup kalian."
Seruan seperti ini berdampak positif, kata Anisa Ratna Kurnia, direktur operasional Garda Satwa dan ini terlihat dari "semakin banyak orang yang melaporkan dan semakin banyak kelompok penyelamat binatang. "Sangat positif dampaknya, karena kita percaya manusia dianugerahi dengan cinta, dengan pesan-pesan seperti itu akan membangkitkan cintanya lagi terhadap sesama makhluk hidup," kata Anisa.
Dia juga mengatakan melalui seruan-seruan seperti ini, semakin banyak orang yang lapor dan semakin banyak muncul "penyelamat-penyelamat" binatang liar di masyarakat. Komunitas Garda Satwa, menurut Anisa, dapat menerima laporan paling banyak 30 per hari atas penyiksaan kucing dan anjing.
Anisa juga mengatakan penyiksaan yang dilakukan terhadap anjing dan kucing jalanan di kota-kota besar Indonesia ini "mempengaruhinya secara mental" karena penganiyaan yang begitu sadisnya.
Dari sejumlah kasus penyiksaan yang dicatat oleh Cat Lovers in the World, hanya tiga yang sampai ke meja hijau dan satu pelaku yang dikenakan denda, berdasarkan KUHP Pasal 302 tentang perlindungan satwa.
Namun baik Anisa maupun Wahyu mengatakan pasal menyangkut kekejaman terhadap binatang ini masih sangat lemah dengan ancaman hukuman penjara tiga bulan dan denda yang tak banyak. Trimedya Panjaitan dari Komisi III DPR yang mengurus soal hukum dan perundang-undangan, saat dihubungi BBC Indonesia mengatakan belum ada pembahasan terkait perlindungan satwa ini karena anggota dewan masih disibukkan dengan hukum terkait korupsi.
Salah satu unggahan melalui media sosial untuk penghentian kekerasan terhadap hewan, antara lain berbunyi, "Apa salah kami sehingga banyak orang yang membenci kami? Kami pergi bertahan hidup tanpa bekal apapun. Tanpa kalian jahati, hidup kami pun sudah sulit...Apa salah kami? Mengapa banyak yang menjahati kami padahal kami tidak membawa sebilah belati untuk melukai kalian?"
"Apa karena kami tidak berdaya sehingga manusia tega memperdayakan kami? Apa karena kami tidak bisa bicara sehingga kalian tidak mempedulikan kami?" tulis Garda Satwa melalui akun Facebook. "Kami tidak minta banyak. Kami hanya ingin hidup nyaman dan aman. Hidup kami hanya sebentar, tak sepanjang hidup kalian."
Seruan seperti ini berdampak positif, kata Anisa Ratna Kurnia, direktur operasional Garda Satwa dan ini terlihat dari "semakin banyak orang yang melaporkan dan semakin banyak kelompok penyelamat binatang. "Sangat positif dampaknya, karena kita percaya manusia dianugerahi dengan cinta, dengan pesan-pesan seperti itu akan membangkitkan cintanya lagi terhadap sesama makhluk hidup," kata Anisa.
Dia juga mengatakan melalui seruan-seruan seperti ini, semakin banyak orang yang lapor dan semakin banyak muncul "penyelamat-penyelamat" binatang liar di masyarakat. Komunitas Garda Satwa, menurut Anisa, dapat menerima laporan paling banyak 30 per hari atas penyiksaan kucing dan anjing.
Anisa juga mengatakan penyiksaan yang dilakukan terhadap anjing dan kucing jalanan di kota-kota besar Indonesia ini "mempengaruhinya secara mental" karena penganiyaan yang begitu sadisnya.
Dari sejumlah kasus penyiksaan yang dicatat oleh Cat Lovers in the World, hanya tiga yang sampai ke meja hijau dan satu pelaku yang dikenakan denda, berdasarkan KUHP Pasal 302 tentang perlindungan satwa.
Namun baik Anisa maupun Wahyu mengatakan pasal menyangkut kekejaman terhadap binatang ini masih sangat lemah dengan ancaman hukuman penjara tiga bulan dan denda yang tak banyak. Trimedya Panjaitan dari Komisi III DPR yang mengurus soal hukum dan perundang-undangan, saat dihubungi BBC Indonesia mengatakan belum ada pembahasan terkait perlindungan satwa ini karena anggota dewan masih disibukkan dengan hukum terkait korupsi.
Ada kucing: Pukul, siram, buang
Wahyu Winono mengatakan kucing-kucing yang diselamatkan biasanya langsung dibawa ke klinik sampai pulih sebelum dibawa ke tempat penampungan. Ia mengatakan dalam satu minggu, paling tidak terdapat 10 kucing yang diselamatkan dari penganiyaaan dari berbagai kota besar di Indonesia, yang dimungkinkan dilakukan melalui kemitraan dengan berbagai komunitas pencinta binatang.
"Kucing dianggap hama (karena terlalu banyak), sehingga yang kami lakukan adalah edukasi terhadap masyarakat untuk mengurangi penyiksaan terhadap kucing...Jadi (bagi sejumlah orang), kalau ada kucing, mereka pukul, siram dan buang," kata Wahyu. Sementara itu Tri Swasono Hadi, psikolog di Jakarta mengatakan perilaku kekerasan terhadap binatang ini biasanya dilakukan orang "secara sengaja karena menimbulkan kepuasaan tertentu," dan mayoritas - berdasarkan penelitian- dilakukan oleh laki-laki berusia 30 tahun ke bawah.
"Kekeasan disebabkan beberapa faktor termasuk iseng dan tak peduli terhadap hak hewan...level frustasi dan stres tinggi sehingga binatang bisa jadi pelampiasan, seperti masalah di sekolah atau tempat pekerjaan, kekesalannya dilampiaskan ke hewan," kata Tri. Dia juga menyebut penyebab pelaku melakukan kekerasan terhadap binatang karena pelaku pernah mengalami trauma atau jadi korban kekerasan dan juga mereka "yang mengalami gangguan kepribadian seperti psikopat, sehingga ada kepuasan dari melakukkan tindakan kekejian."
Ratusan komentar tentang kucing hamil yang dipotong telinganya di Facebook BBC Indonesia, banyak yang mengungkapkan kemarahan terhadap pelaku, yang masih ditelusuri identitasnya. "Yaa Allah,di manakah hati nurani orang yang tega melakukan hal keji seperti ini," tulis Ika Indah Ratna Ningsih, sementara Leny Pambudi menulis, "Semoga saja bisa terealisasikan di berlakukannya UU perlindungan hewan, sehingga bisa cepat dijebloskan ke penjara orang yang menyiksa kucing ini dengan begitu kejam."
Pembaca lain, Eka Septianingtyas menulis, "Kadang suka bingung sama manusia yang berlaku jahat sama binatang. Apakah hati nurani kalian sudah hilang? Apakah hanya karena mencuri ikan, iseng, atau hal sepele lain kucing pantas diperlakukan seperti itu?" Sejumlah pembaca lain berbagi cerita tentang penyiksaan hewan, termasuk Tina Sirait.
"Di kampung tempat saya di Samosir, tupai, musang, biawak, burung pada ditembakin. Anak-anak remaja bawa senapan angin malam hari dan dengan senter yang terang menembaki ke arah hewan-hewan tersebut...Mohon bantuan aparat, apakah memang bebas membunuh satwa-satwa tersebut," tulis Tina."Saya tahu orang kampung masih minim pengetahuannya tentang kelestarian juga kasih ke satwa mereka belum ada, masih barbar, pemerintah mohon masalah ini juga dianggap serius. Satwa juga punya hak untuk hidup!" tambahnya.
Dan pembaca lain, Den Rio mengusulkan untuk memulai dari lingkungan sekitar untuk menghentikan penyiksaan binatang. "Hal yang paling mudah buat menekan penyiksaan terhadap hewan termasuk kucing adalah dengan tidak membiarkan anak atau saudara kita menyakitinya. Miris kadang liat ibu-ibu asik ngerumpi anaknya ngelempar atau endang anak kucing yang lagi jalan, tapi malah dibiarkan," tulis Den Rio.
Source
Wahyu Winono mengatakan kucing-kucing yang diselamatkan biasanya langsung dibawa ke klinik sampai pulih sebelum dibawa ke tempat penampungan. Ia mengatakan dalam satu minggu, paling tidak terdapat 10 kucing yang diselamatkan dari penganiyaaan dari berbagai kota besar di Indonesia, yang dimungkinkan dilakukan melalui kemitraan dengan berbagai komunitas pencinta binatang.
"Kucing dianggap hama (karena terlalu banyak), sehingga yang kami lakukan adalah edukasi terhadap masyarakat untuk mengurangi penyiksaan terhadap kucing...Jadi (bagi sejumlah orang), kalau ada kucing, mereka pukul, siram dan buang," kata Wahyu. Sementara itu Tri Swasono Hadi, psikolog di Jakarta mengatakan perilaku kekerasan terhadap binatang ini biasanya dilakukan orang "secara sengaja karena menimbulkan kepuasaan tertentu," dan mayoritas - berdasarkan penelitian- dilakukan oleh laki-laki berusia 30 tahun ke bawah.
"Kekeasan disebabkan beberapa faktor termasuk iseng dan tak peduli terhadap hak hewan...level frustasi dan stres tinggi sehingga binatang bisa jadi pelampiasan, seperti masalah di sekolah atau tempat pekerjaan, kekesalannya dilampiaskan ke hewan," kata Tri. Dia juga menyebut penyebab pelaku melakukan kekerasan terhadap binatang karena pelaku pernah mengalami trauma atau jadi korban kekerasan dan juga mereka "yang mengalami gangguan kepribadian seperti psikopat, sehingga ada kepuasan dari melakukkan tindakan kekejian."
Ratusan komentar tentang kucing hamil yang dipotong telinganya di Facebook BBC Indonesia, banyak yang mengungkapkan kemarahan terhadap pelaku, yang masih ditelusuri identitasnya. "Yaa Allah,di manakah hati nurani orang yang tega melakukan hal keji seperti ini," tulis Ika Indah Ratna Ningsih, sementara Leny Pambudi menulis, "Semoga saja bisa terealisasikan di berlakukannya UU perlindungan hewan, sehingga bisa cepat dijebloskan ke penjara orang yang menyiksa kucing ini dengan begitu kejam."
Pembaca lain, Eka Septianingtyas menulis, "Kadang suka bingung sama manusia yang berlaku jahat sama binatang. Apakah hati nurani kalian sudah hilang? Apakah hanya karena mencuri ikan, iseng, atau hal sepele lain kucing pantas diperlakukan seperti itu?" Sejumlah pembaca lain berbagi cerita tentang penyiksaan hewan, termasuk Tina Sirait.
"Di kampung tempat saya di Samosir, tupai, musang, biawak, burung pada ditembakin. Anak-anak remaja bawa senapan angin malam hari dan dengan senter yang terang menembaki ke arah hewan-hewan tersebut...Mohon bantuan aparat, apakah memang bebas membunuh satwa-satwa tersebut," tulis Tina."Saya tahu orang kampung masih minim pengetahuannya tentang kelestarian juga kasih ke satwa mereka belum ada, masih barbar, pemerintah mohon masalah ini juga dianggap serius. Satwa juga punya hak untuk hidup!" tambahnya.
Dan pembaca lain, Den Rio mengusulkan untuk memulai dari lingkungan sekitar untuk menghentikan penyiksaan binatang. "Hal yang paling mudah buat menekan penyiksaan terhadap hewan termasuk kucing adalah dengan tidak membiarkan anak atau saudara kita menyakitinya. Miris kadang liat ibu-ibu asik ngerumpi anaknya ngelempar atau endang anak kucing yang lagi jalan, tapi malah dibiarkan," tulis Den Rio.
Source
Related Post =