Denpasar - Sebanyak 7 kera ekor panjang (Macaca fascicularis) diperdagangkan di Pasar Satria, Kota Denpasar, Bali. Pemkot Denpasar memastikan satwa itu diperjualbelikan secara ilegal.
"Iya (diperjualbelikan secara ilegal), karena dari pemeriksaan kita jadi tidak ada surat rekomendasi dari bupati," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota Denpasar I Made Ngurah Sugiri saat dihubungi , Selasa (11/1/2022).
"Iya (diperjualbelikan secara ilegal), karena dari pemeriksaan kita jadi tidak ada surat rekomendasi dari bupati," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota Denpasar I Made Ngurah Sugiri saat dihubungi , Selasa (11/1/2022).
Selain tidak memiliki surat rekomendasi, kera ekor panjang yang dibawa dari Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, ini tidak memiliki surat keterangan asal, surat keterangan karantina, dan kartu vaksinasi rabies.
"Karena dari Gilimanuk ini, tidak ada surat keterangan asal, tidak ada surat keterangan kesehatannya, tidak ada juga kartu vaksin rabiesnya. Jadi ya kategori masuk ke Denpasar ini ya ilegal dan berpotensi penyebaran penyakit rabies. Itu yang kita khawatirkan," terangnya.
Sugiri menegaskan bahwa kera ekor panjang merupakan salah satu hewan pembawa rabies (HPR). Karena itu, satwa tersebut tidak boleh dibawa dari daerah lain ke Bali, kecuali untuk kepentingan non-komersial. "Tidak boleh (dibawa ke Bali) karena (HPR) rabies dia. Kecuali itu ketua non-komersial atas persetujuan gubernur, baru boleh," terangnya.
Dijual Residivis
Sugiri mengungkapkan 7 kera ekor panjang memang kerap diperjualbelikan di Pasar Satria. Bahkan penjualnya yang ditemukan kali ini berinisial AA (57) merupakan residivis perdagangan satwa dilindungi.
"Ini yang (penjual) kera 7 ekor ini dulu sudah pernah dihukum. Dia kebetulan ketahuan juga memperjualbelikan satwa liat yang dilindungi," jelas Sugiri.
"Yang (penjual) ini sudah pernah diproses hukum 6 bulan katanya dulu. Beberapa tahun yang lalu. Yang memang bandel ini, Pak Agus namanya. Ndak jera-jera dia," imbuhnya.
Sementara itu, untuk satwa kera ekor panjang yang dijual oleh AA, hingga saat ini belum termasuk yang hewan yang dilindungi. Karena itu, menurut Sugiri, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali tidak bisa langsung membawa yang bersangkutan ke proses hukum.
"Kalau kera ekor panjang ini kan tidak dilindungi. Jadi dari BKSDA tidak bisa dia memproses secara hukum. Tidak ada aturan yang mengatur. Tapi kalau umpamanya itu satwa liar yang dilindungi ya langsung diproses dihukum (oleh BKSDA)," tuturnya.
Ditemukan Saat Sidak
Sugiri mengatakan 7 kera ekor panjang tersebut ditemukan saat pihaknya melakukan sidak di Pasar Satria. Sidak dilakukan dalam rangka penanggulangan atau pengendalian penyakit rabies.
Menurutnya, Bali hingga saat ini masih menjadi endemis penyakit rabies. Meski begitu, ia mengklaim bahwa Kota Denpasar sudah zero case sejak 2017.
"Nah dalam rangka kita mencegah penyeberangan penyakit rabies ke Kota Denpasar, kita juga melakukan pengawasan terhadap peredaran atau lalulintas daripada HPR, hewan pembawa rabies," ungkapnya.
Sebenarnya, pada Jumat (7/1), pihaknya juga telah melakukan sidak di Pasar Satria. Waktu itu ditemukan sebanyak 3 pedagang yang menjual kera ekor panjang yang didatangkan dari wilayah Gilimanuk, Kabupaten Jembrana.
"Nah itu Gilimanuk atau Jembrana akan sekarang lagi banyak itu kasus rabies. Kita kan khawatir meskipun rabies sekarang masih didominasi oleh anjing, tidak menutup kemungkin bisa ke kucing atau kera juga. Jadi kita ada kekhawatiran akan masuk ke Kota Denpasar," paparnya.
Kemudian pada Selasa (11/1), pihaknya kembali melakukan sidak perdagangan satwa liat di Pasar Satria. Sidak kali ini dilakukan bersama tim terpadu seperti BKSDA Bali, Humas Pemkot Denpasar dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar.
Dalam sidak tersebut, pihaknya memperingati pedagang berinisial AA yang menjual kera ekor panjang tersebut. AA dipastikan telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang penanggulangan penyakit rabies.
"Nah tadi waktu sidak yang masih hanya 1 pedagang atas nama Pak Agus. Yang lagi 2 (pedagang) itu sudah tidak ada lagi. Sudah laku katanya (kera ekor panjangnya), sudah terjual," ucap Sugiri.
"Jadi tadi yang kita kasi peringatan dalam bentuk pernyataan itu Pak Agus saja satu, ada 7 ekor (kera ekor panjang yang dijual). Kita kasi waktu 1x24 jam harus sudah bersih, tidak boleh lagi memperjualbelikan kera," tambahnya.
Satwa Tak Disita
Sugiri menjelaskan, dalam Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang penanggulangan penyakit rabies, sebenarnya telah diatur ada sanksi pidana kurungan penjara selama 6 bulan dan denda maksimal Rp 50 juta. Namun, pedagang kera ekor panjang berinisial AA baru diberikan surat teguran.
"Nah tadi masih kita berikan peringatan dalam bentuk surat pernyataan di atas materai 10.000 untuk tidak lagi memperjualbelikan itu. Kalau masih memperjualbelikan itu dan kita ada temuan ya kita proses dengan PPNS nanti untuk disidik, untuk diproses berdasarkan hukum perda nomor 5 tahun 2019," ujarnya.
Selain hanya memberikan surat teguran, pihaknya pun tidak melakukan penyitaan terhadap satwa ekor panjang yang dijual oleh AA.
"Sementara tidak disita, masih kita beri peringatan. Peringatan dalam bentuk dia menandatangani surat pernyataan. Nanti sekali lagi kita ada temuan baru kita langsung proses tipiring PPNS," kata dia.
Sugiri menuturkan, pihaknya mempunyai berbagai tahapan dalam menjalankan aturan. Tahapan pertama yakni berupa pembinaan yang sudah dilakukan saat sidak pertama pada Jumat (7/1). Saat itu, ditemukan sebanyak 3 pedagang dengan jumlah total sebanyak 11 kera.
"3 pedagang itu waktu saya hari Jumat ngecek tiga pedagang. 1 pedagang 8, 1 pedagang 2 ekor, 1 pedagang 1 ekor. Jadi 11 ekor," paparnya.
Kemudian tahapan yang kedua dilakukan dengan peringatan. Hal ini dilakukan dengan sidak pemberian surat peringatan kepada AA pada Selasa (11/1). Kemudian tahap ketiga baru dilakukan penyitaan.
"Dan (tahapan) yang ketiganya baru (disita). Jadi kita masih berfikiran rasa manusia kita. Dan syukur mungkin kita cek tadi kera nya tidak menunjukkan penyakit rabies," tuturnya.
"Sebetulnya tindakan tegas ya harus dimusnahkan, tapi kita berpikiran aspek manusiawi kita masih beritakan pembinaan dan peringatan. Lagi sekali baru kita tindak lanjuti dengan represif," tambahnya.
Karena kera tersebut tak disita, Sugiri mengaku memberikan keleluasaan kepada penjual. Dirinya hanya memperingatkan agar kera itu tidak dijual lagi di Pasar Satria dalam waktu 1x24 jam.
"Kita kembalikan kepada penjual. Terserah dia. Yang jelas 1x24 jam harus sudah tidak ada. Apakah dia kembalikan ke asalnya, apa dia jual. Begitu. Jadi kita beri kebebasan sementara. Yang jelas tidak ada di pasar satria untuk perjualbelikan itu," jelasnya.
"Karena dari Gilimanuk ini, tidak ada surat keterangan asal, tidak ada surat keterangan kesehatannya, tidak ada juga kartu vaksin rabiesnya. Jadi ya kategori masuk ke Denpasar ini ya ilegal dan berpotensi penyebaran penyakit rabies. Itu yang kita khawatirkan," terangnya.
Sugiri menegaskan bahwa kera ekor panjang merupakan salah satu hewan pembawa rabies (HPR). Karena itu, satwa tersebut tidak boleh dibawa dari daerah lain ke Bali, kecuali untuk kepentingan non-komersial. "Tidak boleh (dibawa ke Bali) karena (HPR) rabies dia. Kecuali itu ketua non-komersial atas persetujuan gubernur, baru boleh," terangnya.
Dijual Residivis
Sugiri mengungkapkan 7 kera ekor panjang memang kerap diperjualbelikan di Pasar Satria. Bahkan penjualnya yang ditemukan kali ini berinisial AA (57) merupakan residivis perdagangan satwa dilindungi.
"Ini yang (penjual) kera 7 ekor ini dulu sudah pernah dihukum. Dia kebetulan ketahuan juga memperjualbelikan satwa liat yang dilindungi," jelas Sugiri.
"Yang (penjual) ini sudah pernah diproses hukum 6 bulan katanya dulu. Beberapa tahun yang lalu. Yang memang bandel ini, Pak Agus namanya. Ndak jera-jera dia," imbuhnya.
Sementara itu, untuk satwa kera ekor panjang yang dijual oleh AA, hingga saat ini belum termasuk yang hewan yang dilindungi. Karena itu, menurut Sugiri, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali tidak bisa langsung membawa yang bersangkutan ke proses hukum.
"Kalau kera ekor panjang ini kan tidak dilindungi. Jadi dari BKSDA tidak bisa dia memproses secara hukum. Tidak ada aturan yang mengatur. Tapi kalau umpamanya itu satwa liar yang dilindungi ya langsung diproses dihukum (oleh BKSDA)," tuturnya.
Ditemukan Saat Sidak
Sugiri mengatakan 7 kera ekor panjang tersebut ditemukan saat pihaknya melakukan sidak di Pasar Satria. Sidak dilakukan dalam rangka penanggulangan atau pengendalian penyakit rabies.
Menurutnya, Bali hingga saat ini masih menjadi endemis penyakit rabies. Meski begitu, ia mengklaim bahwa Kota Denpasar sudah zero case sejak 2017.
"Nah dalam rangka kita mencegah penyeberangan penyakit rabies ke Kota Denpasar, kita juga melakukan pengawasan terhadap peredaran atau lalulintas daripada HPR, hewan pembawa rabies," ungkapnya.
Sebenarnya, pada Jumat (7/1), pihaknya juga telah melakukan sidak di Pasar Satria. Waktu itu ditemukan sebanyak 3 pedagang yang menjual kera ekor panjang yang didatangkan dari wilayah Gilimanuk, Kabupaten Jembrana.
"Nah itu Gilimanuk atau Jembrana akan sekarang lagi banyak itu kasus rabies. Kita kan khawatir meskipun rabies sekarang masih didominasi oleh anjing, tidak menutup kemungkin bisa ke kucing atau kera juga. Jadi kita ada kekhawatiran akan masuk ke Kota Denpasar," paparnya.
Kemudian pada Selasa (11/1), pihaknya kembali melakukan sidak perdagangan satwa liat di Pasar Satria. Sidak kali ini dilakukan bersama tim terpadu seperti BKSDA Bali, Humas Pemkot Denpasar dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar.
Dalam sidak tersebut, pihaknya memperingati pedagang berinisial AA yang menjual kera ekor panjang tersebut. AA dipastikan telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang penanggulangan penyakit rabies.
"Nah tadi waktu sidak yang masih hanya 1 pedagang atas nama Pak Agus. Yang lagi 2 (pedagang) itu sudah tidak ada lagi. Sudah laku katanya (kera ekor panjangnya), sudah terjual," ucap Sugiri.
"Jadi tadi yang kita kasi peringatan dalam bentuk pernyataan itu Pak Agus saja satu, ada 7 ekor (kera ekor panjang yang dijual). Kita kasi waktu 1x24 jam harus sudah bersih, tidak boleh lagi memperjualbelikan kera," tambahnya.
Satwa Tak Disita
Sugiri menjelaskan, dalam Perda Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2019 tentang penanggulangan penyakit rabies, sebenarnya telah diatur ada sanksi pidana kurungan penjara selama 6 bulan dan denda maksimal Rp 50 juta. Namun, pedagang kera ekor panjang berinisial AA baru diberikan surat teguran.
"Nah tadi masih kita berikan peringatan dalam bentuk surat pernyataan di atas materai 10.000 untuk tidak lagi memperjualbelikan itu. Kalau masih memperjualbelikan itu dan kita ada temuan ya kita proses dengan PPNS nanti untuk disidik, untuk diproses berdasarkan hukum perda nomor 5 tahun 2019," ujarnya.
Selain hanya memberikan surat teguran, pihaknya pun tidak melakukan penyitaan terhadap satwa ekor panjang yang dijual oleh AA.
"Sementara tidak disita, masih kita beri peringatan. Peringatan dalam bentuk dia menandatangani surat pernyataan. Nanti sekali lagi kita ada temuan baru kita langsung proses tipiring PPNS," kata dia.
Sugiri menuturkan, pihaknya mempunyai berbagai tahapan dalam menjalankan aturan. Tahapan pertama yakni berupa pembinaan yang sudah dilakukan saat sidak pertama pada Jumat (7/1). Saat itu, ditemukan sebanyak 3 pedagang dengan jumlah total sebanyak 11 kera.
"3 pedagang itu waktu saya hari Jumat ngecek tiga pedagang. 1 pedagang 8, 1 pedagang 2 ekor, 1 pedagang 1 ekor. Jadi 11 ekor," paparnya.
Kemudian tahapan yang kedua dilakukan dengan peringatan. Hal ini dilakukan dengan sidak pemberian surat peringatan kepada AA pada Selasa (11/1). Kemudian tahap ketiga baru dilakukan penyitaan.
"Dan (tahapan) yang ketiganya baru (disita). Jadi kita masih berfikiran rasa manusia kita. Dan syukur mungkin kita cek tadi kera nya tidak menunjukkan penyakit rabies," tuturnya.
"Sebetulnya tindakan tegas ya harus dimusnahkan, tapi kita berpikiran aspek manusiawi kita masih beritakan pembinaan dan peringatan. Lagi sekali baru kita tindak lanjuti dengan represif," tambahnya.
Karena kera tersebut tak disita, Sugiri mengaku memberikan keleluasaan kepada penjual. Dirinya hanya memperingatkan agar kera itu tidak dijual lagi di Pasar Satria dalam waktu 1x24 jam.
"Kita kembalikan kepada penjual. Terserah dia. Yang jelas 1x24 jam harus sudah tidak ada. Apakah dia kembalikan ke asalnya, apa dia jual. Begitu. Jadi kita beri kebebasan sementara. Yang jelas tidak ada di pasar satria untuk perjualbelikan itu," jelasnya.