Secara umum orang melihat kucing sebagai sosok “hewan” semata. Tidak ada yang istimewa. Tapi bagi para pemilik kucing, tentu tidak demikian. Secara sadar ataupun tidak, pemilik kucing sudah menganggap kucing peliharaan sebagai anak sendiri. Perhatikan ciri-ciri berikut, mungkin ada di dirimu.
1. Memanggil diri sendiri dengan sebutan “mommy” dan “daddy”
Sadar atau tidak tuh menyebut diri “mommy” atau “daddy” pada kucing? Atau emak dan bapak kucing? Bahkan ‘mengajari’ kucing memanggil “tante” dan “om” atau “aunty” dan “uncle” pada kerabat atau teman. Si kucing pun tak jarang disebut anak, dan memanggilnya “nak” atau “dek”. Tidak sampai di situ saja, pemilik juga sering menggunakan “bahasa bayi” (baby talk) saat mengajak bicara kucing. “Cini cini mpus, maem duyu tus main agi yah”. Wajar sih kalau orang awam yang denger akan dianggap lebay, hihi..
2. Postingan dan foto melulu soal kucing
Cek postingan di sosial media, pasti hobi banget mengunggah hal-hal yang terkait dengan kucing. Dari video, foto, atau apaaa saja. Belum lagi isi galeri foto di hp, pasti lebih banyak foto kucing ketimbang foto teman atau kerabat. Meski ada beberapa foto kucing dengan pose yang sama, tapi gak tega aja untuk menghapus. Sampai foto yang nge-blur pun kadang masih disimpan.
3. Sering menjadikan kucing sebagai alasan
Ketika malas diajak keluar rumah oleh te man tapi gak punya alasan, pemilik kucing kadang menjadikan si kucing sebagai alasan. Misalnya, kucing lagi gak mau makan nih, kucing lagi berantem terus, atau mau beres-beres rumah si kucing lagi bandel. Padahal aslinya sih si kucing anteng aja, malah diajakin main.
4. Mengerjakan kegiatan “kotor”
Bagi orang awam pasti tak terbayangkan membersihkan litter box setiap hari. Membuang pup si pus, membersihkan pipis, muntahan, bulu-bulu yang rontok dan banyak lagi. Tapi bagi pemilik kucing hal tersebut sudah merupakan keseharian dan tidak terbebani, layaknya seorang ibu yang baru melahirkan bayi.
5. Berbagi rumah dengan si kucing
Pemilik kucing tidak keberatan si kucing menaruh mainannya dimana saja, dan rela memberesi. Kardus atau kotak si kucing menyita ruang di rumah pun tak masalah. Bahkan tak keberatan bila si kucing mengakuisisi tempat lain. Berbagi meja, sofa, bahkan tempat tidurpun oke-oke saja.
6. Rela tidak memiliki privasi
Saat masuk kamar mandi dan si kucing merengek, tak jarang pemilik kucing mempersilahkannya masuk. Demikian pula bila si kucing ingin masuk kamar tidur, lemari, laci, atau tempat manapun yang sebenarnya merupakan wilayah pribadi sang pemilik, si kucing diperbolehkan. Bahkan bila kucing menginterupsi kegiatan, misalnya sedang bekerja dan kucing nyelonong ingin dibelai atau tiduran, sang pemilik juga memperbolehkannya. Kalaupun kadang kesal, ah pasti bentaran juga hilang keselnya.
Sadar atau tidak tuh menyebut diri “mommy” atau “daddy” pada kucing? Atau emak dan bapak kucing? Bahkan ‘mengajari’ kucing memanggil “tante” dan “om” atau “aunty” dan “uncle” pada kerabat atau teman. Si kucing pun tak jarang disebut anak, dan memanggilnya “nak” atau “dek”. Tidak sampai di situ saja, pemilik juga sering menggunakan “bahasa bayi” (baby talk) saat mengajak bicara kucing. “Cini cini mpus, maem duyu tus main agi yah”. Wajar sih kalau orang awam yang denger akan dianggap lebay, hihi..
2. Postingan dan foto melulu soal kucing
Cek postingan di sosial media, pasti hobi banget mengunggah hal-hal yang terkait dengan kucing. Dari video, foto, atau apaaa saja. Belum lagi isi galeri foto di hp, pasti lebih banyak foto kucing ketimbang foto teman atau kerabat. Meski ada beberapa foto kucing dengan pose yang sama, tapi gak tega aja untuk menghapus. Sampai foto yang nge-blur pun kadang masih disimpan.
3. Sering menjadikan kucing sebagai alasan
Ketika malas diajak keluar rumah oleh te man tapi gak punya alasan, pemilik kucing kadang menjadikan si kucing sebagai alasan. Misalnya, kucing lagi gak mau makan nih, kucing lagi berantem terus, atau mau beres-beres rumah si kucing lagi bandel. Padahal aslinya sih si kucing anteng aja, malah diajakin main.
4. Mengerjakan kegiatan “kotor”
Bagi orang awam pasti tak terbayangkan membersihkan litter box setiap hari. Membuang pup si pus, membersihkan pipis, muntahan, bulu-bulu yang rontok dan banyak lagi. Tapi bagi pemilik kucing hal tersebut sudah merupakan keseharian dan tidak terbebani, layaknya seorang ibu yang baru melahirkan bayi.
5. Berbagi rumah dengan si kucing
Pemilik kucing tidak keberatan si kucing menaruh mainannya dimana saja, dan rela memberesi. Kardus atau kotak si kucing menyita ruang di rumah pun tak masalah. Bahkan tak keberatan bila si kucing mengakuisisi tempat lain. Berbagi meja, sofa, bahkan tempat tidurpun oke-oke saja.
6. Rela tidak memiliki privasi
Saat masuk kamar mandi dan si kucing merengek, tak jarang pemilik kucing mempersilahkannya masuk. Demikian pula bila si kucing ingin masuk kamar tidur, lemari, laci, atau tempat manapun yang sebenarnya merupakan wilayah pribadi sang pemilik, si kucing diperbolehkan. Bahkan bila kucing menginterupsi kegiatan, misalnya sedang bekerja dan kucing nyelonong ingin dibelai atau tiduran, sang pemilik juga memperbolehkannya. Kalaupun kadang kesal, ah pasti bentaran juga hilang keselnya.
Related Post =