Tim investigasi yang disiapkan Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sudah mengumpulkan bahan feses diduga kucing Jawa. Sebanyak 15 video trap untuk meyakinkan bahwa itu adalah harimau Jawa juga sudah dipasang di lintasan satwa dan sumber air.
"Kami mengumpulkan feses kucing besar, jejak, bekas cakaran. Feses rencananya akan dianalisis DNA," kata Mamat Rahmat dari Kepala Balai TNUK di Padang Pengembalaan Cidaon, Sumur, Pandeglang, Minggu (24/9/2017).
"Kami mengumpulkan feses kucing besar, jejak, bekas cakaran. Feses rencananya akan dianalisis DNA," kata Mamat Rahmat dari Kepala Balai TNUK di Padang Pengembalaan Cidaon, Sumur, Pandeglang, Minggu (24/9/2017).
Feses tersebut juga menurut Mamat sudah diberikan ke para peneliti DNA di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sedangkan untuk hasil pemantauan video trap, ia mengatakan hasil pertama akan ditemukan paling tidak dalam jangka 2 bulan.
"Tergantung alat dan kesiapan ahli lab kedokteran IPB. Mungkin juga akan dishare datanya bersama lembaga riset lain," ujarnya.
Meskipun ada sebagian yang meragukan, Mamat mengatakan bahwa dari morfologi fisik dan ekor sekilas seperti macan tutul. Namun ia meyakini bahwa itu adalah ukuran kucing besar untuk kelas anak.
"Jenis kucing ketika tegang terancam, rambut akan berdiri. Ujung pangkal ke ekor akan membesar karena berdiri. Kalau harimau Jawa meruncing ujungnya untuk dewasa, (tapi) kami belum tahu untuk kelas umur anak," katanya.
Tiga tim yang diturunkan Balai TNUK bekerjasama dengan WWF bekerja selama 7 hari. Selain analisa jarak jelajah, teritorial, 15 kamera video trap juga dipasang di berbagai tempat. Mulai dari temuan pertama di Cidaon sampai ke arah timur ke Talanca, Cikuya dan sekitarnya. Kemudian ke curug Cikembang sama gunung Ciramea, Cijengkol, Cibunar sampai gunung Payung. Semua wilayah tersebut merupakan satu wilayah di semenanjung Ujung Kulon.
Di lain pihak, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia sendiri meyakini dugaan penemuan harimau Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon diragukan. Dari analisa gambar foto yang didapat, hampir dipastikan kucing besar tersebut bukan jenis harimau. Analisa dari ukuran kepala dan ekor, hewan tersebut secara morfologi bisa dipastikan jenis macan tutul.
"Foto kucing besar sampai saat ini tidak terbukti kucing tersebut harimau. Dugaan kita adalah macan dahan panthera pardus dan habitatnya di TNUK di pulau Jawa," kata Arnold Sitompul dari Direktur Konservasi WWF Indonesia di Cilintang kawasan Ujung Kulon pada Jumat (22/9).
"Tergantung alat dan kesiapan ahli lab kedokteran IPB. Mungkin juga akan dishare datanya bersama lembaga riset lain," ujarnya.
Meskipun ada sebagian yang meragukan, Mamat mengatakan bahwa dari morfologi fisik dan ekor sekilas seperti macan tutul. Namun ia meyakini bahwa itu adalah ukuran kucing besar untuk kelas anak.
"Jenis kucing ketika tegang terancam, rambut akan berdiri. Ujung pangkal ke ekor akan membesar karena berdiri. Kalau harimau Jawa meruncing ujungnya untuk dewasa, (tapi) kami belum tahu untuk kelas umur anak," katanya.
Tiga tim yang diturunkan Balai TNUK bekerjasama dengan WWF bekerja selama 7 hari. Selain analisa jarak jelajah, teritorial, 15 kamera video trap juga dipasang di berbagai tempat. Mulai dari temuan pertama di Cidaon sampai ke arah timur ke Talanca, Cikuya dan sekitarnya. Kemudian ke curug Cikembang sama gunung Ciramea, Cijengkol, Cibunar sampai gunung Payung. Semua wilayah tersebut merupakan satu wilayah di semenanjung Ujung Kulon.
Di lain pihak, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia sendiri meyakini dugaan penemuan harimau Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon diragukan. Dari analisa gambar foto yang didapat, hampir dipastikan kucing besar tersebut bukan jenis harimau. Analisa dari ukuran kepala dan ekor, hewan tersebut secara morfologi bisa dipastikan jenis macan tutul.
"Foto kucing besar sampai saat ini tidak terbukti kucing tersebut harimau. Dugaan kita adalah macan dahan panthera pardus dan habitatnya di TNUK di pulau Jawa," kata Arnold Sitompul dari Direktur Konservasi WWF Indonesia di Cilintang kawasan Ujung Kulon pada Jumat (22/9).
Related Post =