Ada pemandangan tak biasa saat berkunjung di Suaka Harimau Similipal di India timur. Harimau yang biasanya memiliki bulu yang didominasi warna oranye justru memperlihatkan corak garis hitam yang lebih banyak.
Sebelumnya, tak ada yang mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. Namun kini, tim genetika India dan Amerika berhasil mengidentifikasi penyebab keanehan tersebut. Mengutip Gizmodo, Rabu (15/9/2021) peneliti menemukan jika harimau itu memiliki pseudomelanistik, yang berarti memiliki garis-garis lebar yang menyatu di sepanjang tubuh mereka.
Sebelumnya, tak ada yang mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. Namun kini, tim genetika India dan Amerika berhasil mengidentifikasi penyebab keanehan tersebut. Mengutip Gizmodo, Rabu (15/9/2021) peneliti menemukan jika harimau itu memiliki pseudomelanistik, yang berarti memiliki garis-garis lebar yang menyatu di sepanjang tubuh mereka.
Dari berbagai sudut, harimau pseudomelanistik pun terlihat berwarna hitam sehingga mereka mendapat julukan harimau hitam. Untuk mengetahui penyebabnya, studi yang dipimpin oleh Vinay Sagar dari Tata Institute of Fundamental Research ini kemudian melakukan survei genetik 85 harimau yang terdiri dari empat subspecies.
Analisis tim menemukan bahwa harimau pseudomelanistik semuanya memiliki varian nukleotida tunggal dalam kode genetik mereka, yang tampaknya mengubah gen tertentu. Gen itu disebut Transmembran Aminopeptidase Q (singkatnya Taqpep), dan itu adalah gen yang sama yang bertanggung jawab atas bercak dan pola garis pada kucing dan cheetah.
"Harimau pseudomelanistik memiliki mutasi pada gen Taqpep mereka. Dan tanpa gen tersebut proses pembentukan pola akan rusak dan menyebabkan pelebaran dan sesekali perpaduan loreng," ungkap Greg Barsh, ahli genetika di Universitas Stanford.
Lalu mengapa pseudomelanistik bisa terjadi pada harimau? Sebuah teori menyebut, jika itu dipicu karena adanya perkawinan sedarah dalam populasi harimau.
Tetapi peneliti punya pendapat lain. Itu bisa saja terjadi karena beberapa manfaat evolusioner. Contoh kasusnya yang terjadi pada macan tutul melanistik. Macan ini lebih sering muncul di hutan tropis yang gelap dan lebat, daripada di lingkungan yang lebih kering dan terbuka.
Jika situasinya serupa, maka harimau bisa saja kehilangan sebagian warna oranyenya supaya bisa membaur lebih baik dengan tumbuhan di hutan.
“Kebanyakan mutasi warna cenderung mempengaruhi seluruh tubuh, seperti albinisme atau melanisme, jadi mutasi yang mempengaruhi pola warna sangat menarik dari perspektif ilmiah karena membantu kita untuk lebih memahami tentang perkembangan biologi,” papar Barsh. Temuan ini dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Analisis tim menemukan bahwa harimau pseudomelanistik semuanya memiliki varian nukleotida tunggal dalam kode genetik mereka, yang tampaknya mengubah gen tertentu. Gen itu disebut Transmembran Aminopeptidase Q (singkatnya Taqpep), dan itu adalah gen yang sama yang bertanggung jawab atas bercak dan pola garis pada kucing dan cheetah.
"Harimau pseudomelanistik memiliki mutasi pada gen Taqpep mereka. Dan tanpa gen tersebut proses pembentukan pola akan rusak dan menyebabkan pelebaran dan sesekali perpaduan loreng," ungkap Greg Barsh, ahli genetika di Universitas Stanford.
Lalu mengapa pseudomelanistik bisa terjadi pada harimau? Sebuah teori menyebut, jika itu dipicu karena adanya perkawinan sedarah dalam populasi harimau.
Tetapi peneliti punya pendapat lain. Itu bisa saja terjadi karena beberapa manfaat evolusioner. Contoh kasusnya yang terjadi pada macan tutul melanistik. Macan ini lebih sering muncul di hutan tropis yang gelap dan lebat, daripada di lingkungan yang lebih kering dan terbuka.
Jika situasinya serupa, maka harimau bisa saja kehilangan sebagian warna oranyenya supaya bisa membaur lebih baik dengan tumbuhan di hutan.
“Kebanyakan mutasi warna cenderung mempengaruhi seluruh tubuh, seperti albinisme atau melanisme, jadi mutasi yang mempengaruhi pola warna sangat menarik dari perspektif ilmiah karena membantu kita untuk lebih memahami tentang perkembangan biologi,” papar Barsh. Temuan ini dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Related Post