Tiga harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) ditemukan mati di kawasan pegunungan dan hutan lindung di Aceh Selatan, Rabu (25/8). Ada beberapa fakta dari ketiga ekor hewan dilindungi itu, yang terdiri dari induk dan kedua anaknya.
Harimau sumatera adalah salah satu subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Spesies itu disebut juga sebagai harimau sunda, yang mengacu pada kawasan biografi mencakup Sumatera, Jawa dan Bali.
Harimau sumatera adalah salah satu subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Spesies itu disebut juga sebagai harimau sunda, yang mengacu pada kawasan biografi mencakup Sumatera, Jawa dan Bali.
Harimau sumatera merupakan salah satu satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, Harimau Sumatera kini menyandang status Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
Berikut sederet fakta dari tiga harimau sumatera yang ditemukan mati di Aceh.
Mati karena perangkap babi
Kepala UPTD KPH V Aceh, Irwandi mengatakan tiga ekor harimau tersebut mati diduga karena jeratan babi. Pihaknya telah menurunkan personel untuk mengamankan barang bukti yang ada.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyebut pihaknya masih mendalami kasus kematian harimau sumatera itu. Termasuk menyelidiki temuan kawat perangkap babi yang dibuat.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan pihaknya masih mencari tahu apakah perangkap itu memang dikhususkan untuk menjerat babi atau khusus mengincar harimau itu.
Tiga ekor harimau itu ditemukan mati dengan jarak yang tidak jauh, dan ditemukan dalam keadaan membusuk lantaran terjerat perangkap babi.
Memiliki tubuh relatif kecil
Ciri-ciri fisik dari harimau sumatera ini disebut memiliki tubuh yang relatif kecil dibandingkan subspesies harimau lainnya, yakni harimau kontingental (Panthera tigris tigris).
Pada harimau jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 sentimeter, panjang dari ujung kepala sampai kaki mencapai 250 sentimeter, dan berat hingga 140 kilogram. Sedangkan harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 sentimeter dan berat hingga 91 kilogram.
Harimau sumatera memiliki warna kulit cenderung lebih gelap, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Biasanya terdapat warna kulit yang disertai garis loreng yang lebih rapat.
Banyak ditemukan di Riau
Meski spesies ini tersebar di Sumatera, Jawa dan Bali, provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau sumatera. Namun sayangnya populasi harimau sumatera di Riau mulai mengalami penurunan.
Berdasarkan data yang dihimpun WWF, diketahui terdapat penurunan populasi harimau sumatera sebanyak 70 persen dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007, diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau sumatera di provinsi Riau.
Kini populasi harimau sumatera hanya tersisa sekitar 400 ekor di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Namun sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial.
Dengan menipisnya hutan yang menjadi hunian harimau sumatera, hewan dilindungi itu terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, hingga menimbulkan konflik.
Konflik itu acap kali berakhir dengan tewasnya harimau yang dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.
Diburu untuk diambil organ tubuhnya
Harimau Sumatera disebut banyak diburu untuk diambil seluruh bagian tubuhnya, mulai dari kumis, kuku, taring, kulit, hingga dagingnya. Salah satu alasan perburuan itu karena sebagian masyarakat mempercayai bahwa tubuh harimau memiliki kekuatan magis hingga menjadi jimat.
Hal itulah yang mendorong suburnya permintaan harimau di pasar gelap dan berakhir turunnya populasi harimau di Indonesia.
Kebanyakan pemburu menggunakan jerat babi untuk melumpuhkan sang raja rimba. Jerat babi menjadi alat utama berburu lantaran harimau mudah terjerat, memiliki harga yang murah hingga berpeluang besar untuk mendapatkan satwa buruan.
Berikut sederet fakta dari tiga harimau sumatera yang ditemukan mati di Aceh.
Mati karena perangkap babi
Kepala UPTD KPH V Aceh, Irwandi mengatakan tiga ekor harimau tersebut mati diduga karena jeratan babi. Pihaknya telah menurunkan personel untuk mengamankan barang bukti yang ada.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyebut pihaknya masih mendalami kasus kematian harimau sumatera itu. Termasuk menyelidiki temuan kawat perangkap babi yang dibuat.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan pihaknya masih mencari tahu apakah perangkap itu memang dikhususkan untuk menjerat babi atau khusus mengincar harimau itu.
Tiga ekor harimau itu ditemukan mati dengan jarak yang tidak jauh, dan ditemukan dalam keadaan membusuk lantaran terjerat perangkap babi.
Memiliki tubuh relatif kecil
Ciri-ciri fisik dari harimau sumatera ini disebut memiliki tubuh yang relatif kecil dibandingkan subspesies harimau lainnya, yakni harimau kontingental (Panthera tigris tigris).
Pada harimau jantan dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 sentimeter, panjang dari ujung kepala sampai kaki mencapai 250 sentimeter, dan berat hingga 140 kilogram. Sedangkan harimau betina memiliki panjang rata-rata 198 sentimeter dan berat hingga 91 kilogram.
Harimau sumatera memiliki warna kulit cenderung lebih gelap, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua. Biasanya terdapat warna kulit yang disertai garis loreng yang lebih rapat.
Banyak ditemukan di Riau
Meski spesies ini tersebar di Sumatera, Jawa dan Bali, provinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau sumatera. Namun sayangnya populasi harimau sumatera di Riau mulai mengalami penurunan.
Berdasarkan data yang dihimpun WWF, diketahui terdapat penurunan populasi harimau sumatera sebanyak 70 persen dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007, diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau sumatera di provinsi Riau.
Kini populasi harimau sumatera hanya tersisa sekitar 400 ekor di dalam blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Namun sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan komersial.
Dengan menipisnya hutan yang menjadi hunian harimau sumatera, hewan dilindungi itu terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, hingga menimbulkan konflik.
Konflik itu acap kali berakhir dengan tewasnya harimau yang dibunuh atau ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa sengaja dengan manusia.
Diburu untuk diambil organ tubuhnya
Harimau Sumatera disebut banyak diburu untuk diambil seluruh bagian tubuhnya, mulai dari kumis, kuku, taring, kulit, hingga dagingnya. Salah satu alasan perburuan itu karena sebagian masyarakat mempercayai bahwa tubuh harimau memiliki kekuatan magis hingga menjadi jimat.
Hal itulah yang mendorong suburnya permintaan harimau di pasar gelap dan berakhir turunnya populasi harimau di Indonesia.
Kebanyakan pemburu menggunakan jerat babi untuk melumpuhkan sang raja rimba. Jerat babi menjadi alat utama berburu lantaran harimau mudah terjerat, memiliki harga yang murah hingga berpeluang besar untuk mendapatkan satwa buruan.
Related Post