Ketua MPR Bambang Soesatyo kerap membagikan momen kebersamaannya dengan singa putih Afrika. Ia mengaku memelihara satwa ini sudah sesuai prosedur.
Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet memang dikenal memiliki hobi memelihara satwa liar. Salah satu satwa yang ia pelihara adalah singa putih Afrika bernama Simba.
Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet memang dikenal memiliki hobi memelihara satwa liar. Salah satu satwa yang ia pelihara adalah singa putih Afrika bernama Simba.
Momen interaksinya bersama Simba sering ia bagikan melalui Instagram pribadinya @bambang.soesatyo dan Youtube Bamsoet Channel. Di sana, kamu dapat melihat Simba digendong, diberi susu, bahkan dimandikan.
Tak cuma Bamsoet, anggota keluarga lainnya juga turut bermain dengan Simba. Singa putih Afrika itu diketahui pertama kali diadopsi ketika usianya 2 bulan. Saat masih bayi, Simba begitu dimanjakan layaknya kucing peliharaan.
Tak cuma Bamsoet, anggota keluarga lainnya juga turut bermain dengan Simba. Singa putih Afrika itu diketahui pertama kali diadopsi ketika usianya 2 bulan. Saat masih bayi, Simba begitu dimanjakan layaknya kucing peliharaan.
Kini ketika Simba sudah memasuki usia satu tahun, ia mulai tampak sering dirantai. Badannya sudah membesar namun tetap saja diperlakukan selayaknya kucing yang suka dielus tengkuknya.
Melihat hal tersebut, publik figure Melanie Subono pernah melayangkan kritik kepada Bamsoet soal kepemilikan satwa liar. Kala itu Bamsoet menjelaskan bahwa singa putih Afrika miliknya didapatkan dengan cara sah.
"Simba merupakan hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2. Kategori ini merupakan hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Dengan demikian hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara," jelas Bamsoet di akun Instagram miliknya, Jumat (8/1/2021).
"Hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan hewan langka kategori Appendix 1 walau sudah ditangkarkan tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apa pun karena harus dikonservasi,"sambungnya.
Melihat hal tersebut, publik figure Melanie Subono pernah melayangkan kritik kepada Bamsoet soal kepemilikan satwa liar. Kala itu Bamsoet menjelaskan bahwa singa putih Afrika miliknya didapatkan dengan cara sah.
"Simba merupakan hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2. Kategori ini merupakan hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Dengan demikian hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara," jelas Bamsoet di akun Instagram miliknya, Jumat (8/1/2021).
"Hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan hewan langka kategori Appendix 1 walau sudah ditangkarkan tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apa pun karena harus dikonservasi,"sambungnya.
Dalam postingan lain, Bamsoet berargumen bahwa caranya memelihara Simba merupakan salah satu bentuk cinta.
"Hanya dibutuhkan beberapa detik untuk jatuh cinta pada Simba, tapi seumur hidup untuk membuktikannya. Mereka ada untuk dicintai dan dilindungi. Bukan dibiarkan untuk diburu atau dibiarkan mati kelaparan di hutan yang tak nyaman lagi," tulis Bamsoet.
âSelanjutnya: Bolehkah satwa liar dipelihara?
Dikutip dari situs Indonesia.go.id, Pemerintah mengizinkan masyarakat untuk memelihara satwa liar dilindungi namun dengan sejumlah syarat yang ditetapkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Hewan langka yang dimanfaatkan untuk peliharaan atau diperjualbelikan harus didapatkan dari penangkaran, bukan dari alam.
2. Hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2.
Kategori ini merupakan hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Dengan kata lain, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara atau diperjualbelikan.
Hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan hewan langka kategori Appendix 1, walau sudah ditangkarkan, tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun karena harus dikonservasi.
Hewan langka kategori Appendix 2 adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun apabila sudah ditangkarkan, maka keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.
Hewan langka Appendix 1 adalah hewan langka yang jumlahnya kurang dari 800 ekor di alam. Meski sudah ditangkarkan, hewan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus tetap kembali ke kawasan konservasi.
Akan tetapi perlu diingat bahwa satwa liar seharusnya tetap dibiarkan untuk hidup di habitat aslinya. Pesan ini disampaikan Polisi Kehutanan. Menurutnya, masih maraknya perdagangan satwa liar disebabkan permintaan pasar yang tinggi pada satwa tersebut.
"Masyarakat Indonesia yang masih memelihara satwa liar dilindungi berhenti deh. Kembangbiakkan itu, biarkan ada di alam sampai banyak, sampai status dilindunginya dicabut," kata Polhut di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
"Akan lebih baik satwa liar tetap di alam, dijaga kelestariannya," kata dia. Ia pun mengajak masyarakat untuk menghentikan pembelian satwa liar baik yang dilindungi dan tidak dilindungi.
Satwa liar memang sudah dikodratkan untuk tinggal di alam karena mereka merupakan bagian dari rantai makanan yang akan menjaga kestabilan ekosistem. Bila terus diambil, ekosistem dapat terguncang dan berakibat buruk bagi manusia juga.
"Hanya dibutuhkan beberapa detik untuk jatuh cinta pada Simba, tapi seumur hidup untuk membuktikannya. Mereka ada untuk dicintai dan dilindungi. Bukan dibiarkan untuk diburu atau dibiarkan mati kelaparan di hutan yang tak nyaman lagi," tulis Bamsoet.
âSelanjutnya: Bolehkah satwa liar dipelihara?
Dikutip dari situs Indonesia.go.id, Pemerintah mengizinkan masyarakat untuk memelihara satwa liar dilindungi namun dengan sejumlah syarat yang ditetapkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Hewan langka yang dimanfaatkan untuk peliharaan atau diperjualbelikan harus didapatkan dari penangkaran, bukan dari alam.
2. Hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2.
Kategori ini merupakan hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Dengan kata lain, hanya cucu dari generasi pertama di tempat penangkaran yang bisa dipelihara atau diperjualbelikan.
Hewan langka yang legal untuk dimanfaatkan setelah ditangkarkan hanya hewan dengan kategori Appendix 2. Sedangkan hewan langka kategori Appendix 1, walau sudah ditangkarkan, tetap tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun karena harus dikonservasi.
Hewan langka kategori Appendix 2 adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya. Tidak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun apabila sudah ditangkarkan, maka keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.
Hewan langka Appendix 1 adalah hewan langka yang jumlahnya kurang dari 800 ekor di alam. Meski sudah ditangkarkan, hewan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk apapun dan harus tetap kembali ke kawasan konservasi.
Akan tetapi perlu diingat bahwa satwa liar seharusnya tetap dibiarkan untuk hidup di habitat aslinya. Pesan ini disampaikan Polisi Kehutanan. Menurutnya, masih maraknya perdagangan satwa liar disebabkan permintaan pasar yang tinggi pada satwa tersebut.
"Masyarakat Indonesia yang masih memelihara satwa liar dilindungi berhenti deh. Kembangbiakkan itu, biarkan ada di alam sampai banyak, sampai status dilindunginya dicabut," kata Polhut di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
"Akan lebih baik satwa liar tetap di alam, dijaga kelestariannya," kata dia. Ia pun mengajak masyarakat untuk menghentikan pembelian satwa liar baik yang dilindungi dan tidak dilindungi.
Satwa liar memang sudah dikodratkan untuk tinggal di alam karena mereka merupakan bagian dari rantai makanan yang akan menjaga kestabilan ekosistem. Bila terus diambil, ekosistem dapat terguncang dan berakibat buruk bagi manusia juga.
Related Post