Tahu diri, itulah setidaknya kesan yang timbul di benak saat mengetahui fakta bahwa kucing memiliki naluri untuk bersembunyi atau mengisolasi diri saat sakit. Setelah mengetahui fakta ini, saya kemudian mencoba menelusuri beberapa alasan hewan ini melakukan hal tersebut.
Setelah membaca beberapa referensi ditemukan kesimpulan bahwa ini merupakan naluri kucing; naluri menghindari bahaya dan naluri hidup menyendiri dari kucing.
Setelah membaca beberapa referensi ditemukan kesimpulan bahwa ini merupakan naluri kucing; naluri menghindari bahaya dan naluri hidup menyendiri dari kucing.
Fakta di atas kemudian menggelitik benak saya, ketika kemudian membayangkan jika saja kita merasakan indikasi terkena virus Covid-19, maukah kita secara sadar diri melakukan isolasi diri?
Jujur saja, beberapa peristiwa yang saya dengar, beberapa dari kawan, kerabat, dan saya pun pernah mengatakan sangat takut menjalani isolasi. Ada beberapa alasan mengapa sikap tidak sadar diri tersebut muncul dan itu juga saya setujui.
Pertama, ada kekhawatiran justru di ruang isolasi penyakit yang sedang kita derita --penyakit yang menyertai virus corona-- semakin parah.
Kedua, ada beberapa kabar di masyarakat yang menyatakan bahwa di tempat isolasi tidak jauh beda dengan penanganan orang sakit di rumah. Seperti, olah raga, makan teratur, minum vitamin, dan sejenisnya. Jika demikian, artinya kita bisa melakukannya walaupun tanpa berada di ruang isolasi.
Ketiga dan yang paling berbahaya adalah skeptisme terhadap virus. Faktanya di sekitar kita memang ada yang tetap tidak percaya dengan virus ini. Alhasil, isolasi pun juga enggan dilakukan.
Apa sesungguhnya penyebab ketiga kondisi tersebut, jawaban yang jelas adalah kurangnya edukasi. Kembali pada sikap kucing di atas, jika ternyata alasan hewan ini adalah menghindari bahaya dan naluri, lalu dapatkah kita mencontohnya?
Hemat saya, tetap saja sikap tahu diri seekor kucing yang sedang sakit ini bisa kita contoh. Sebagai makhluk sosial terkadang menyendiri diperlukan, terlebih lagi ketika kita sedang menderita penyakit menular.
Sebagai hewan, kucing memang tidak menalar, tetapi nalurinya membimbingnya untuk menjauh dari ownernya, menjauh dari hewan lain saat ia sedang sakit. Apalagi kita yang bisa menalar, hati dan pikiran entah apapun yang alasan yang muncul, menjaga orang lain dari tertular penyakit yang kita derita seharusnya menjadi prioritas.
Sekali-kali kita perlu belajar dari alam tentang bagaimana memposisikan diri sebagai makhluk sosial.
Jujur saja, beberapa peristiwa yang saya dengar, beberapa dari kawan, kerabat, dan saya pun pernah mengatakan sangat takut menjalani isolasi. Ada beberapa alasan mengapa sikap tidak sadar diri tersebut muncul dan itu juga saya setujui.
Pertama, ada kekhawatiran justru di ruang isolasi penyakit yang sedang kita derita --penyakit yang menyertai virus corona-- semakin parah.
Kedua, ada beberapa kabar di masyarakat yang menyatakan bahwa di tempat isolasi tidak jauh beda dengan penanganan orang sakit di rumah. Seperti, olah raga, makan teratur, minum vitamin, dan sejenisnya. Jika demikian, artinya kita bisa melakukannya walaupun tanpa berada di ruang isolasi.
Ketiga dan yang paling berbahaya adalah skeptisme terhadap virus. Faktanya di sekitar kita memang ada yang tetap tidak percaya dengan virus ini. Alhasil, isolasi pun juga enggan dilakukan.
Apa sesungguhnya penyebab ketiga kondisi tersebut, jawaban yang jelas adalah kurangnya edukasi. Kembali pada sikap kucing di atas, jika ternyata alasan hewan ini adalah menghindari bahaya dan naluri, lalu dapatkah kita mencontohnya?
Hemat saya, tetap saja sikap tahu diri seekor kucing yang sedang sakit ini bisa kita contoh. Sebagai makhluk sosial terkadang menyendiri diperlukan, terlebih lagi ketika kita sedang menderita penyakit menular.
Sebagai hewan, kucing memang tidak menalar, tetapi nalurinya membimbingnya untuk menjauh dari ownernya, menjauh dari hewan lain saat ia sedang sakit. Apalagi kita yang bisa menalar, hati dan pikiran entah apapun yang alasan yang muncul, menjaga orang lain dari tertular penyakit yang kita derita seharusnya menjadi prioritas.
Sekali-kali kita perlu belajar dari alam tentang bagaimana memposisikan diri sebagai makhluk sosial.
Related Post =