Aku pernah dengar dari seseorang bahwa pelajaran paling berharga dalam hidup akan kamu dapat dengan harga yang tak tergantikan. Kata-kata tersebut baru bisa aku resapi sekarang, sepuluh hari pasca kehilangan satu jiwa tak berdosa, Gepeng.
Jadi, sekitar pertengahan September lalu, saat aku baru saja pulang dari kampus, aku dikagetkan–nyaris histeris- dengan kehadiran seekor kucing jalanan yang sedang sakit di halaman kosanku. Keadaannya sangat menyedihkan. Badannya kurus, nyaris tanpa daging. Matanya sayu, lidahnya terjulur keluar. Sepertinya dia juga menderita kurap meski (untungnya) tak ada kutu, karena bulu-bulunya rontok dan ada pitak di bagian leher belakang.
Jadi, sekitar pertengahan September lalu, saat aku baru saja pulang dari kampus, aku dikagetkan–nyaris histeris- dengan kehadiran seekor kucing jalanan yang sedang sakit di halaman kosanku. Keadaannya sangat menyedihkan. Badannya kurus, nyaris tanpa daging. Matanya sayu, lidahnya terjulur keluar. Sepertinya dia juga menderita kurap meski (untungnya) tak ada kutu, karena bulu-bulunya rontok dan ada pitak di bagian leher belakang.
Ya Tuhan. Aku yang baru pertama melihat kucing dengan keadaan seperti itu hanya bisa bengong, dan menangis. Kasihan sekali kucing ini. Kulihat, untuk berjalan saja dia kesusahan. Kakinya gemetar, badannya nyaris oleng.
Aku ingat, hal pertama yang harus kamu beri kepada kucing yang butuh pertolongan adalah minuman. Ya, minuman. Kekurangan cairan sangat berbahaya bagi kucing. Beri kucing itu minum dulu, baru makanan. Dengan berhati-hati ku panggil dia ke depan pintu kosan kemudian aku beri minum di mangkuk. Dia minum lama sekali, mungkin sekitar sepuluh menit baru selesai minum.
Ya Tuhan. Sudah berapa lama cing kamu tidak minum? Sudah berapa lama cing kamu tidak bertemu makanan? Setelah selesai minum, dia berdiri di depanku, menatapku dalam-dalam seakan ingin mengatakan terima kasih. Aku terenyuh, tersentuh. Tatapannya mengingatkanku dengan tatapan Menyek, kucingku yang sudah lebih dulu pergi.
Aku teringat beberapa hari sebelumnya aku bermimpi tentang Latte, dan berdoa supaya dipertemukan lagi kucing sepertinya. Sepertinya ini adalah jawaban dari doaku. Detik itu juga aku bertekad aku ingin memeliharanya, memberikan yang terbaik supaya dia sembuh dan bisa tumbuh sehat.
Orang-orang bergunjing, berkata bahwa apa yang aku lakukan tidak akan berhasil. Bahkan ada yang berkata kalau Gepeng hanya tinggal menghitung hari saja. Tapi aku tidak mau percaya kata mereka. Mereka bukan Tuhan, ya kan. Selagi Gepeng masih ada, aku akan mengusahakan yang terbaik untuknya.
Nyatanya, perlakuanku padanya tidak pula begitu baik.Aku tinggal di daerah yang cukup terpencil, dan sulit menemukan dokter hewan di sini. Mau tidak mau, aku harus merawat Gepeng sendiri tanpa bantuan medis.
Tubuhnya yang bau cukup mengganggu saat kubiarkan dia masuk ke dalam kamar kosan. Coco, kucing yang sudah lebih dulu ada di kosan juga tidak setuju kalau Gepeng masuk. Tidak mungkin kan kalau Gepeng langsung aku mandikan? Bisa-bisa dia tambah parah sakitnya. Akhirnya Gepeng kubiarkan tidur di luar untuk sementara waktu, tapi makanan dan air minum yang sudah aku sediakan di luar. Rencananya nanti kalau keadaannya sudah agak mendingan akan aku mandikan, baru aku izinkan tidur di dalam.
Karena keadaan fisiknya, Gepeng tidak bisa mengunyah dan menelan makanan yang terlalu besar atau terlalu keras. Dia tidak bisa memakan makanan kucing milik Coco. Aku dan teman-teman pun berinisiatif memberi dia telur yang di dadar dan dicincang lembut. Untunglah dia mau memakannya sehingga aku bisa bernafas sedikit lega. Rencananya, aku mau membeli kepala ayam yang kemudian direbus sampai lembut, makanan yang biasa aku berikan untuk kucing-kucingku dulu.
Beberapa hari berlalu, keadaan Gepeng sudah lebih baik. Memang, rangkanya masih tercetak jelas, tapi setidaknya dia punya lebih banyak tenaga. Jalannya sudah tidak sempoyongan, tatapan matanya juga mulai bersinar. Lidahnya tidak lagi melet keluar. Hal itu membuatku senang sekali. Gepeng pun aku mandikan dan ku izinkan tidur di dalam kosan meskipun Coco sering marah-marah tak setuju.
Gepeng kucing yang manis, dan penurut. Dia sangat suka tidur di kasur dekat kakiku, tapi tidak marah saat ku suruh pindah. Tapi seringnya sih aku biarkan saja karena wajahnya saat tidur di kasur itu damai sekali, seakan itu adalah hal terbaik yang pernah dia punya.
Aku sering memandanginya saat Gepeng tidur. Kalau dilihat-lihat, Gepeng tampan juga. Dia punya motif bulu yang cantik, ekspresi wajah yang lumayan, dan kumis lentik yang panjang. Ada rasa sayang aneh yang membuncah tiap kali melihat Gepeng. Aneh, karena meski aku suka kucing biasanya butuh waktu cukup lama untuk benar-benar menyayangi kucing tersebut. Mungkin karena Gepeng begitu mirip dengan Menyek, kucing yang paling aku sayangi.
Aku selalu mengelusnya, dan berjanji, “Besok ayuk janji belikan Gepeng kepala ayam”, atau “Besok ayuk bakal belikan makanan enak”. Sebuah janji yang tidak pernah aku tepati. Aku begitu sibuk dengan kegiatanku sehingga tidak sempat berbelanja ke pasar. Gepeng pun hanya bisa makan telur, atau makan makanan sisa yang ada.
30 September 2017. Waktu itu, aku pulang dari pasar dengan perasaan bahagia. Aku ingin cepat-cepat sampai, lalu mengolah kepala ayam ini dan memberikannya ke Gepeng. Bahagia membayangkan Gepeng makan dengan lahap, membayangkan Gepeng akan menjadi sehat, dan gemuk. Namun, kenyataan berbicara lain.
Gepeng ditemukan tergeletak tak bernyawa di lorong ujung kosan, tepat setelah aku tiba dari pasar, membeli kepala ayam. Rupanya kesempatan yang diberikan Tuhan sudah habis. Aku dirundung penyesalan dan perasaan bersalah. Kenapa aku menyia-nyiakan kesempatan yang diberi?
Kenapa aku tidak lebih cepat membeli kepala ayam? Padahal aku tahu kalau telur dan makanan sisa tidak cukup untuk memulihkan Gepeng. Mungkin dengan ditambah kepala ayam, Gepeng bisa terselamatkan.
Aku sadar kalau Gepeng membutuhkan perawatan medis secara intensif, dan kepala ayam tidak akan menyembuhkan penyakitnya. Namun setidaknya dengan tambahan makanan Gepeng akan punya tenaga lebih banyak untuk bertahan bertarung dengan penyakitnya, dibandingkan hanya dengan makan telur dan makanan sisa saja.
Kenapa aku tidak memperlakukan Gepeng lebih baik lagi? Rasanya sakit sekali mengingat betapa bahagia dan bersyukurnya tatapan Gepeng kepadaku, meskipun aku tidak berusaha cukup keras menolongnya. /nangis/............
Sampai detik ini, aku masih terpukul dan sedih atas kepergian Gepeng. Tapi aku juga bersyukur, setidaknya Gepeng pernah merasakan sedikit kebahagiaan di akhir hayatnya. Setidaknya dalam hidupnya dia pernah merasakan rasanya punya rumah untuk berteduh, rasanya punya makanan yang tersedia (meski cuma telur dadar), rasanya tidur di kasur yang nyaman, dan rasanya tidak perlu dekat-dekat tempat sampah lagi. /nangis/............
Maafkan ayuk yang tidak bisa berbuat banyak untukmu. Ada beberapa pelajaran berharga yang aku dapat dari pertemuan singkatku dengan Gepeng.
Pertama, jangan abaikan jika ada kucing yang datang dan butuh pertolongan. Pungutlah mereka, rawatlah dengan sepenuh hati. Berikan makanan dan minuman, tidak perlu yang mahal asal cukup Jika mampu, bawalah mereka ke dokter untuk pemeriksaan dan perawatan medis.
Kedua, jika tidak bisa memungutnya, berikan sedikit makanan atau minuman. Sesedikit apapun itu akan sangat berarti bagi kucing tersebut. Bisa saja pertolonganmu itu adalah harapan terakhir mereka untuk melanjutkan hidup :”)
Ketiga, bagi teman-teman yang mampu dan ingin memelihara kucing, lebih baik memungut kucing liar jalanan daripada menghabiskan rupiah untuk membeli kucing-kucing mahal Lihatlah dulu ke sekitar kita. Bukan berarti itu buruk, tapi alangkah lebih baik jika uang tersebut digunakan untuk menolong kucing-kucing sekarat dan anak-anak kucing yang kelaparan di jalanan.
Keempat, jika semua hal diatas tidak bisa dilakukan, setidaknya tolong jangan usir kucing-kucing tersebut dengan kekerasan. Hidup mereka sudah cukup sulit, tubuh mereka sudah cukup sakit menahan lapar. Jangan ditambah.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan ingin berbagi, agar tidak ada lagi Gepeng-Gepeng selanjutnya
Source
Aku ingat, hal pertama yang harus kamu beri kepada kucing yang butuh pertolongan adalah minuman. Ya, minuman. Kekurangan cairan sangat berbahaya bagi kucing. Beri kucing itu minum dulu, baru makanan. Dengan berhati-hati ku panggil dia ke depan pintu kosan kemudian aku beri minum di mangkuk. Dia minum lama sekali, mungkin sekitar sepuluh menit baru selesai minum.
Ya Tuhan. Sudah berapa lama cing kamu tidak minum? Sudah berapa lama cing kamu tidak bertemu makanan? Setelah selesai minum, dia berdiri di depanku, menatapku dalam-dalam seakan ingin mengatakan terima kasih. Aku terenyuh, tersentuh. Tatapannya mengingatkanku dengan tatapan Menyek, kucingku yang sudah lebih dulu pergi.
Aku teringat beberapa hari sebelumnya aku bermimpi tentang Latte, dan berdoa supaya dipertemukan lagi kucing sepertinya. Sepertinya ini adalah jawaban dari doaku. Detik itu juga aku bertekad aku ingin memeliharanya, memberikan yang terbaik supaya dia sembuh dan bisa tumbuh sehat.
Orang-orang bergunjing, berkata bahwa apa yang aku lakukan tidak akan berhasil. Bahkan ada yang berkata kalau Gepeng hanya tinggal menghitung hari saja. Tapi aku tidak mau percaya kata mereka. Mereka bukan Tuhan, ya kan. Selagi Gepeng masih ada, aku akan mengusahakan yang terbaik untuknya.
Nyatanya, perlakuanku padanya tidak pula begitu baik.Aku tinggal di daerah yang cukup terpencil, dan sulit menemukan dokter hewan di sini. Mau tidak mau, aku harus merawat Gepeng sendiri tanpa bantuan medis.
Tubuhnya yang bau cukup mengganggu saat kubiarkan dia masuk ke dalam kamar kosan. Coco, kucing yang sudah lebih dulu ada di kosan juga tidak setuju kalau Gepeng masuk. Tidak mungkin kan kalau Gepeng langsung aku mandikan? Bisa-bisa dia tambah parah sakitnya. Akhirnya Gepeng kubiarkan tidur di luar untuk sementara waktu, tapi makanan dan air minum yang sudah aku sediakan di luar. Rencananya nanti kalau keadaannya sudah agak mendingan akan aku mandikan, baru aku izinkan tidur di dalam.
Karena keadaan fisiknya, Gepeng tidak bisa mengunyah dan menelan makanan yang terlalu besar atau terlalu keras. Dia tidak bisa memakan makanan kucing milik Coco. Aku dan teman-teman pun berinisiatif memberi dia telur yang di dadar dan dicincang lembut. Untunglah dia mau memakannya sehingga aku bisa bernafas sedikit lega. Rencananya, aku mau membeli kepala ayam yang kemudian direbus sampai lembut, makanan yang biasa aku berikan untuk kucing-kucingku dulu.
Beberapa hari berlalu, keadaan Gepeng sudah lebih baik. Memang, rangkanya masih tercetak jelas, tapi setidaknya dia punya lebih banyak tenaga. Jalannya sudah tidak sempoyongan, tatapan matanya juga mulai bersinar. Lidahnya tidak lagi melet keluar. Hal itu membuatku senang sekali. Gepeng pun aku mandikan dan ku izinkan tidur di dalam kosan meskipun Coco sering marah-marah tak setuju.
Gepeng kucing yang manis, dan penurut. Dia sangat suka tidur di kasur dekat kakiku, tapi tidak marah saat ku suruh pindah. Tapi seringnya sih aku biarkan saja karena wajahnya saat tidur di kasur itu damai sekali, seakan itu adalah hal terbaik yang pernah dia punya.
Aku sering memandanginya saat Gepeng tidur. Kalau dilihat-lihat, Gepeng tampan juga. Dia punya motif bulu yang cantik, ekspresi wajah yang lumayan, dan kumis lentik yang panjang. Ada rasa sayang aneh yang membuncah tiap kali melihat Gepeng. Aneh, karena meski aku suka kucing biasanya butuh waktu cukup lama untuk benar-benar menyayangi kucing tersebut. Mungkin karena Gepeng begitu mirip dengan Menyek, kucing yang paling aku sayangi.
Aku selalu mengelusnya, dan berjanji, “Besok ayuk janji belikan Gepeng kepala ayam”, atau “Besok ayuk bakal belikan makanan enak”. Sebuah janji yang tidak pernah aku tepati. Aku begitu sibuk dengan kegiatanku sehingga tidak sempat berbelanja ke pasar. Gepeng pun hanya bisa makan telur, atau makan makanan sisa yang ada.
30 September 2017. Waktu itu, aku pulang dari pasar dengan perasaan bahagia. Aku ingin cepat-cepat sampai, lalu mengolah kepala ayam ini dan memberikannya ke Gepeng. Bahagia membayangkan Gepeng makan dengan lahap, membayangkan Gepeng akan menjadi sehat, dan gemuk. Namun, kenyataan berbicara lain.
Gepeng ditemukan tergeletak tak bernyawa di lorong ujung kosan, tepat setelah aku tiba dari pasar, membeli kepala ayam. Rupanya kesempatan yang diberikan Tuhan sudah habis. Aku dirundung penyesalan dan perasaan bersalah. Kenapa aku menyia-nyiakan kesempatan yang diberi?
Kenapa aku tidak lebih cepat membeli kepala ayam? Padahal aku tahu kalau telur dan makanan sisa tidak cukup untuk memulihkan Gepeng. Mungkin dengan ditambah kepala ayam, Gepeng bisa terselamatkan.
Aku sadar kalau Gepeng membutuhkan perawatan medis secara intensif, dan kepala ayam tidak akan menyembuhkan penyakitnya. Namun setidaknya dengan tambahan makanan Gepeng akan punya tenaga lebih banyak untuk bertahan bertarung dengan penyakitnya, dibandingkan hanya dengan makan telur dan makanan sisa saja.
Kenapa aku tidak memperlakukan Gepeng lebih baik lagi? Rasanya sakit sekali mengingat betapa bahagia dan bersyukurnya tatapan Gepeng kepadaku, meskipun aku tidak berusaha cukup keras menolongnya. /nangis/............
Sampai detik ini, aku masih terpukul dan sedih atas kepergian Gepeng. Tapi aku juga bersyukur, setidaknya Gepeng pernah merasakan sedikit kebahagiaan di akhir hayatnya. Setidaknya dalam hidupnya dia pernah merasakan rasanya punya rumah untuk berteduh, rasanya punya makanan yang tersedia (meski cuma telur dadar), rasanya tidur di kasur yang nyaman, dan rasanya tidak perlu dekat-dekat tempat sampah lagi. /nangis/............
Maafkan ayuk yang tidak bisa berbuat banyak untukmu. Ada beberapa pelajaran berharga yang aku dapat dari pertemuan singkatku dengan Gepeng.
Pertama, jangan abaikan jika ada kucing yang datang dan butuh pertolongan. Pungutlah mereka, rawatlah dengan sepenuh hati. Berikan makanan dan minuman, tidak perlu yang mahal asal cukup Jika mampu, bawalah mereka ke dokter untuk pemeriksaan dan perawatan medis.
Kedua, jika tidak bisa memungutnya, berikan sedikit makanan atau minuman. Sesedikit apapun itu akan sangat berarti bagi kucing tersebut. Bisa saja pertolonganmu itu adalah harapan terakhir mereka untuk melanjutkan hidup :”)
Ketiga, bagi teman-teman yang mampu dan ingin memelihara kucing, lebih baik memungut kucing liar jalanan daripada menghabiskan rupiah untuk membeli kucing-kucing mahal Lihatlah dulu ke sekitar kita. Bukan berarti itu buruk, tapi alangkah lebih baik jika uang tersebut digunakan untuk menolong kucing-kucing sekarat dan anak-anak kucing yang kelaparan di jalanan.
Keempat, jika semua hal diatas tidak bisa dilakukan, setidaknya tolong jangan usir kucing-kucing tersebut dengan kekerasan. Hidup mereka sudah cukup sulit, tubuh mereka sudah cukup sakit menahan lapar. Jangan ditambah.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan ingin berbagi, agar tidak ada lagi Gepeng-Gepeng selanjutnya
Source
Related Post =