SEBANYAK 43 kucing domestik berusia 3 bulan–2 tahun yang hidup di sana kini menjadi tanggung jawab Putri. Jumlah itu belum termasuk kucing-kucing yang hanya datang sesekali, kemudian pergi. Lokasi tersebut memang sering dijadikan tempat pembuangan kucing oleh warga permukiman sekitar.
’’Ada lima titik di sini. Makanya, setiap feeding bisa makan waktu satu setengah hingga dua jam lebih,’’ kata Putri. Agar kandungan protein dan nutrisinya cukup, dia mencampurkan pakan dry food dan wet food. Di samping itu, aroma amis wet food membuat kucing lebih tertarik dan nafsu makannya meningkat.
’’Ada lima titik di sini. Makanya, setiap feeding bisa makan waktu satu setengah hingga dua jam lebih,’’ kata Putri. Agar kandungan protein dan nutrisinya cukup, dia mencampurkan pakan dry food dan wet food. Di samping itu, aroma amis wet food membuat kucing lebih tertarik dan nafsu makannya meningkat.
Dalam sehari, setidaknya dia menghabiskan 3 kilogram makanan kering dan 7 kaleng makanan basah dengan berat masing-masing 400 gram. ’’Sebelumnya bisa sepuluh kaleng karena saya feeding dua kali sehari. Tapi, setelah kondisi mereka stabil, jadinya sehari sekali,’’ ungkap Putri.
Kucing-kucing di sana memang hidup dalam kondisi malanutrisi sebelum diasuh Putri. Dalam sebulan, dia rela merogoh kocek Rp 3 juta–Rp 5 juta untuk pakan. Itu belum termasuk biaya vitamin, vaksin, steril, dan perawatan jika ada anabul yang sakit dan harus dibawa ke dokter.
Menurut Putri, memberi makan saja belum cukup untuk memenuhi keberlangsungan hidup mereka. Harus dibarengi dengan steril untuk menekan poulasi kucing. Sebab, jika dibiarkan, mereka bisa menjadi korban karena kekurangan asupan makanan.
’’Kalau sayang kucing, wajib steril. Makanya, concern utama saya di sini ya steril supaya tidak membahayakan mereka juga,’’ tegasnya. Apalagi, 75 persen dari total jumlah kucing adalah betina. ’’Berarti sekitar 30-an dan itu udah disteril semua,’’ imbuhnya.
Putri butuh waktu sekitar enam bulan untuk bisa menjinakkan puluhan kucing lokal itu. Sebagian besar takut dengan manusia karena sering jadi korban animal abuse, ditendang, dipukul, maupun disiram.
Hal itu jelas membuat kucing mengalami trauma fisik dan takut disentuh. Berbanding terbalik dengan kucing ras yang biasa mendapat belaian manusia. Namun, ada si Oyen, satu-satunya kucing ras anggora di sana yang takut disentuh manusia, selain Putri.
Oyen merupakan kucing buangan yang pertama datang dalam keadaan mengenaskan. ’’Scabies dan mencret parah. Dulu lihat saya dari jarak 5 meter aja udah lari. Sampai sekarang pun, kalau dipegang lama akan berontak. Paling lama memang pendekatan ke dia,’’ tutur Putri.
Momen-momen itu masih jelas di ingatannya. Proses pendekatan yang begitu berarti dan mahal bagi dia. ’’Yang tadinya didekati meringis, galak, sampai sekarang patuh dan nurut, itu begitu mengharukan,’’ ujar anggota komunitas pencinta kucing Care Jakarta tersebut.
Kondisi itulah yang membuat Putri begitu mencintai kucing domestik. Sebab, mereka kerap hidup telantar dengan keadaan malanutrisi, sakit, dan cacat. Saking cintanya, Putri juga mengadopsi dua kucing domestik di rumahnya.
Dia menjelaskan, tipnya adalah membiarkan mereka yang mendekati kita. Dalam artian, tidak memaksa kucing untuk memakan makanan yang kita siapkan. Apalagi sampai dikejar, walaupun berniat untuk memanjakannya. Jika tertarik, mereka akan datang dengan sendirinya.
Kucing-kucing di sana memang hidup dalam kondisi malanutrisi sebelum diasuh Putri. Dalam sebulan, dia rela merogoh kocek Rp 3 juta–Rp 5 juta untuk pakan. Itu belum termasuk biaya vitamin, vaksin, steril, dan perawatan jika ada anabul yang sakit dan harus dibawa ke dokter.
Menurut Putri, memberi makan saja belum cukup untuk memenuhi keberlangsungan hidup mereka. Harus dibarengi dengan steril untuk menekan poulasi kucing. Sebab, jika dibiarkan, mereka bisa menjadi korban karena kekurangan asupan makanan.
’’Kalau sayang kucing, wajib steril. Makanya, concern utama saya di sini ya steril supaya tidak membahayakan mereka juga,’’ tegasnya. Apalagi, 75 persen dari total jumlah kucing adalah betina. ’’Berarti sekitar 30-an dan itu udah disteril semua,’’ imbuhnya.
Putri butuh waktu sekitar enam bulan untuk bisa menjinakkan puluhan kucing lokal itu. Sebagian besar takut dengan manusia karena sering jadi korban animal abuse, ditendang, dipukul, maupun disiram.
Hal itu jelas membuat kucing mengalami trauma fisik dan takut disentuh. Berbanding terbalik dengan kucing ras yang biasa mendapat belaian manusia. Namun, ada si Oyen, satu-satunya kucing ras anggora di sana yang takut disentuh manusia, selain Putri.
Oyen merupakan kucing buangan yang pertama datang dalam keadaan mengenaskan. ’’Scabies dan mencret parah. Dulu lihat saya dari jarak 5 meter aja udah lari. Sampai sekarang pun, kalau dipegang lama akan berontak. Paling lama memang pendekatan ke dia,’’ tutur Putri.
Momen-momen itu masih jelas di ingatannya. Proses pendekatan yang begitu berarti dan mahal bagi dia. ’’Yang tadinya didekati meringis, galak, sampai sekarang patuh dan nurut, itu begitu mengharukan,’’ ujar anggota komunitas pencinta kucing Care Jakarta tersebut.
Kondisi itulah yang membuat Putri begitu mencintai kucing domestik. Sebab, mereka kerap hidup telantar dengan keadaan malanutrisi, sakit, dan cacat. Saking cintanya, Putri juga mengadopsi dua kucing domestik di rumahnya.
Dia menjelaskan, tipnya adalah membiarkan mereka yang mendekati kita. Dalam artian, tidak memaksa kucing untuk memakan makanan yang kita siapkan. Apalagi sampai dikejar, walaupun berniat untuk memanjakannya. Jika tertarik, mereka akan datang dengan sendirinya.
Related Post